PERILAKU HEWAN SEBAGAI AKIBAT
PENGARUH GENETIK DAN LINGKUNGAN
Disusun untuk memenuhi tugas makalah
Mata Kuliah Tingkah Laku Hewan
Oleh:
KELOMPOK 1
Ahdatu Uli Khikamil Maulidya (120210103024)
Ika Wahyuni (120210103041)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1.
PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3
Tujuan......................................................................................................... 2
BAB 2.
PEMBAHASAN.................................................................................... 3
2.1
Pengertian Perilaku
Hewan........................................................................ 3
2.2
Mekanisme
Terjadinya Tingkah Laku........................................................ 4
2.3 Pengaruh Genetik dan Lingkungan Terhadap Perilaku
Hewan................. 5
2.4
Bentuk
Perilaku Hewan.............................................................................. 8
BAB 3.
KESIMPULAN..................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Mekanisme Stimulus secara Umum....................................... 5
Gambar 2.2 Percobaan Penyilangan Chrysoperla plorabunda dengan
Chrysoperla jonshoni 6
Gambar 2.3 Percobaan dengan
memanipulasi sarang tawon (Philanthus triangulum) di habitat alami 8
Gambar 2.4 Release berupa Feromon pada Semut saat Mencari
Makan.............. 10
Gambar 2.5 Tukik Mampu Menuju Laut Tanpa Adanya Pemandu...................... 11
Gambar 2.6 Laba-laba Membuat Sarang dengan Pola Tertentu............................ 11
Gambar 2.7 Sarang Burung Manyar (Ploceus manyar)........................................ 12
Gambar 2.8 Ikan Stickleback
berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus)
jantan yang menyerang ikan jantan lainnya yang memasuki wilayah atau teritori
sarangnya............................... 12
Gambar 2.9 Model realistik menguji penyerangan Ikan
Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus
aculeatus) 13
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua
organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi
internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons
tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap
stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu
organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita
cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan
menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (berasal dari bahasa Yunani, Anthropos: manusia), yaitu interpretasi
perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal
suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara
antropomorfik.
Suatu
perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau “innate behavior”), dan karena akibat proses belajar atau
pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi
perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang
terdapat pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil
asuhan atau pemeliharaan. Hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung.
Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku
disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis atau bawaan dan lingkungan (proses belajar),
sehingga terjadi suatu perkembangan sifat. Semua hewan memiliki perilaku yang
berbeda-beda, baik perilaku bawaannya, yang sudah diajari maupun adaktifnya.
Apabila
kita melakukan eksplorasi terhadap beberapa macam interaksi makhluk hidup,
banyak contoh telah dikemukakan para peniliti pada bidang perilaku hewan. Suatu
spesies hewan mampu berinteraksi dengan lingkungan, hewan tersebut dapat
berkomunikasi, bergerak, berinteraksi secara sosial dan mencari makanan. Kajian
perilaku hewan merupakan salah satu aspek biologi yang telah lama diteliti,
bahkan dapat dikatakan sebagai kajian yang paling tua. Dalam ilmu yang
mempelajari perilaku, banyak peneliti menggunakan hewan percobaan dibandingkan
tumbuhan.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun beberapa
rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Apa yang dimaksud dengan perilaku hewan?
2.
Bagaimana mekanisme terjadinya tingkah
laku?
3.
Bagaimana pengaruh genetik dan
lingkungan terhadap perilaku hewan?
4.
Apa saja bentuk-bentuk perilaku hewan?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun beberapa
tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui pengertian perilaku hewan
2. Untuk
mengetahui mekanisme terjadinya tingkah laku
3. Untuk
mengetahui pengaruh genetic dan lingkungan terhadap perilaku hewan
4. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk perilaku hewan
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku
atau Tingkah Laku
Hewan
Perilaku
(behavior) berarti bertindak,
bereaksi, atau berfungsi dalam suatu cara tertentu sebagai respons terhadap
beberapa stimulus (rangsangan). Atau dengan kata lain, perilaku merupakan tanggapan ataupun
merespon terhadap berbagai stimulus, baik yang berasal dari lingkungan luar
maupun yang dari dalam tubuh sendiri berkaitan dengan apa yang dilakukan makhluk hidup dan
bagaimana makhluk hidup tersebut melakukannya. Perilaku juga merupakan aktivitas suatu
organisme akibat adanya suatu stimulus. Perilaku organisme ini meliputi perilaku hewan, tumbuhan,
ataupun mikroorganisme (Rakhmawati,
2014).
Perilaku
juga merupakan kebiasaan-kebiasaan
satwa liar dalam aktivitas hidupnya
seperti sifat kelompok,
waktu aktif, wilayah
pergerakan, cara mencari makan, cara
membuat sarang, hubungan
sosial, tingkah laku bersuara,
interaksi dengan spesies lainnya, cara kawin dan melahirkan anak
(Alikodra, 1990). Perilaku merupakan suatu adaptasi agar makhluk hidup tetap bertahan hidup
pada lingkungan tertentu.
Perilaku individual adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh otot atau
kelenjar di bawah kendali sistem saraf sebagai respon terhadap suatu
rangsangan. Contohnya perilaku hewan ini antara lain yaitu hewan yang
menggunakan otot-otot di dada dan kerongkongannya untuk berkicau, atau
melepaskan bau tertentu untuk menandai teritorinya. Perilaku adalah bagian
esensial pemerolehan nutrien untuk pencernaan dan pencarian pasangan untuk
reproduksi seksual. Selrain itu juga turut berperan dalam homeostasis, misalnya
lebah madu berdempetan untuk menghasilkan atau mengonservasi panas (Campbell
dkk, 2008:295).
Tingkah laku
hewan sendiri terdiri
dari dua macam
yaitu ”klise” yang merupakan konsekuensi dari sistem syaraf
yang diturunkan secara genetik bersifat tetap
dan utuh ”fixed action
pattern”. Tingkah laku
ini antara lain
taksis yaitu orientasi tubuh
dalam menghadapi aspek
lingkungan, refleks yaitu
respon yang dilakukan oleh
sebagian tubuh dan insting yaitu
interaksi antara hormon, stimulus
eksternal dan sistem syaraf. Tingkah laku dipelajari ”acquired” adalah tingkah laku yang terbentuk melalui proses belajar
sepanjang masa kehidupan, berubah berdasarkan
pengalaman, non genetik dan tidak berkaitan dengan
stimulus tertentu. Tingkah laku
ini tebagi menjadi tingkah laku belajar dan reasoning
yaitu kemampuan merespon situasi baru tanpa proses belajar sebelumnya (Bima,
2007).
Menurut
Alcock (1979), bila mengamati tingkah laku, maka terdapat dua pengertian, yaitu proksimat
dan ultimat. Proksimat merupakan
mekanisme yang berkaitan dengan stimulus lingkungan atau penyebab tingkah laku
yang secara langsung berasal dari dalam tubuhnya. Stimulus yang muncul dapat
mengakibatkan perubahan hormon atau neural yang menstimulasi tingkah laku, yang
berhubungan dengan produksi seperti kicauan burung dan pembuatan sarang.
Sedangkan ultimat merupakan perilaku yang berasal dari dalam hewan itu sendiri
karena faktor genetik yang
terbentuk melalui gen tertentu karena hewan harus mempertahankan hidupnya. Lebih jelas mengenai perilaku hewan ini, dipelajari dalam cabang ilmu etologi. Etologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku hewan dalam kondisi alami.
2.2 Mekanisme
Terjadinya Tingkah Laku
Suatu
tingkah laku memiliki hubungan yang erat dengan beberapa sistem hormon dan
adanya stimulus. Selain itu dalam mekanisme tingkah laku organ yang berfungsi
menerima atau mengambil informasi yaitu organ sensori. Berdasarkan macam rangsangan organ
sensori terbagi menjadi beberapa macam yaitu mekanoreseptor, kemoreseptor,
termoreseptor, elektroreseptor dan photoreseptor. Semua organ sensori ini dipengaruhi oleh
adanya stimulus baik stimulus internal maupun stimulus eksternal (Campbell dkk., 2000).
Berikut
ini adalah skema mekanisme stimulus terhadap tingkah laku secara umum (Alcock, 1979).
|
Dari Gambar 2.1 bila
dijelaskan mekanismenya yaitu stimulus yang datang baik eksternal maupun
internal yang disampaikan oleh sistem syaraf dan campur tangan sistem hormon
yang disampaikan keseluruhan tubuh untuk memberikan komando melakukan suatu
tingkah laku.
2.3 Pengaruh
Genetik dan Lingkungan Terhadap Perilaku Hewan
Ada anggapan bahwa perilaku disebabkan
oleh pengaruh gen (nature atau alam)
atau oleh pengaruh lingkungan (nurture
atau pemeliharaan). Sejauh mana gen dan lingkungan mempengaruhi sifat
fenotipik, yang meliputi sifat perilaku? Fenotipe bergantung pada gen dan
lingkungan, sifat atau ciri perilaku memiliki komponen genetik dan lingkungan,
seperti halnya semua sifat anatomis dan fisiologis seekor hewan.
Seperti ciri fenotipik lainnya, perilaku
memperlihatkan suatu kisaran variasi fenotipik (suatu “norma reaksi”) yang
bergantung pada lingkungan, di mana genotipe itu diekspresikan. Studi kasus
menujukkan perilaku dengan pengaruh genetik yang kuat dan dapat diturunkan dari induknya. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Charles Henry, Lucia Martinez, dan Kent
Holsinger yang menyilangkan serangga sayap-pita-hijau Chrysoperla plorabunda
dengan Chrysoperla jonshoni (Campbell dkk., 2008:306). Percobaan tersebut lebih jelasnya
dapat diamati pada gambar 2.2 berikut ini.
|
Pada percobaan tersebut, para peneliti membandingkan nyanyian percumbuan
induk jantan Chrysoperla plorabunda dan induk betina Chrysoperla jonshoni, dengan nyanyian keturunan hibrid (F1)
yang telah dibesarkan dalam isolasi dari serangga sayap-pita-hijau lainnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa keturunan hibrid (F1) menyanyikan lagu
yang panjang ‘unit berulang standarnya’ (standard repeating unit) serupa
dengan yang dinyanyikan oleh induk jantan Chrysoperla plorabunda. Namun
untuk ‘periode rentetan nada’ (volley period) pada interval antara dua
rentetan getaran lebih mirip dengan induk betina Chrysoperla jonshoni. Oleh karena nyanyian dari keturunan hibrid
tersebut memiliki ciri-ciri dari kedua induknya, maka ini mengindikasikan bahwa
nyanyian percumbuan Chrysoperla plorabunda dan Chrysoperla
jonshoni dikontrol oleh lebih
dari satu gen dan diturunkan pada keturunannya (Campbell dkk, 2008:307).
Selain
dipengaruhi oleh faktor genetik, perilaku hewan dalam usahanya untuk
beradaptasi dengan lingkungan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Seringkali
suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir
atau “innate behavior”), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang
dapat disebabkan oleh lingkungan. Faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi dimana gen yang
mendasari perilaku itu diekspresikan. Hal ini meliputi lingkungan kimiawi di
dalam sel, dan juga semua kondisi hormonal dan kondisi kimiawi dan fisik yang
dialami oleh seekor hewan yang sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau
di dalam rahim. Maka dari itu lingkungan
sekitar dapat mendorong hewan bertingkah laku untuk menyesuaikan diri dan
bahkan terjadi pula penyesuaian hereditas. Implikasinya, jenis atau spesies
hewan mempengaruhi reaksi dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Perilaku
dapat dimodifikasi oleh lingkungan dimana hewan tinggal, yang mana merupakan
produk interaksi antara kapasitas genetik dan pengaruh lingkungan (Rakhmawati,
2014). Contoh perilaku yang dimodifikasi akibat pengaruh lingkungan dijabarkan
oleh percobaan Niko Tinbergen pada perilaku penentuan lokasi sarang pada tawon
penggali (Philanthus). Perilaku
bawaan (genetik): bagaimana cara menggali, bagaimana cara menutup sarangnya.
Perilaku terajar: menentukan lokasi galian. Pada percobaan ini Tinbergen
tergelitik oleh perilaku tawon penggali betina (Philanthus triangulum), yang bersarang dalam liang kecil dalam
gumuk pasir. Ia mengamati bahwa ketika tawon meninggalkan sarangnya untuk pergi
berburu, ia menutupi pintu masuk ke liang dengan pasir. Setelah pergi selama 30
menit atau lebih ia kembali dan terbang langsung ke sarangnya yang tersembunyi.
Tinbergen mengajukan hipotesis bahwa tawon menentukan letak sarangnya dengan mempelajari
posisi sarang relatif terhadap penanda (Landmark)
atau indikator lokasi yang kasat mata atau dengan penanda visual. Untuk menguji
hipotesis tersebut, Tinbergen melakukan sebuah percobaan di habitat alami tawon
dengan memanipulasi objek di sekeliling pintu masuk sarang dengan menyusun
rujung pinus mengitari sarang sebagai penanda saat tawon berada di dalam liang.
Setelah tawon pergi berburu dan kembali lagi ke sarangnya yang telah ditandai seperti
pada gambar 2.3 (sebelah kanan).
Setelah dua hari, Tinbergen menggeser lingkaran rujung pinus ke sisi lain.
Saat tawon pulang, ia terbang ke tengah lingkaran pinus yang telah digeser
posisinya bukan ke sarang yang ada di dekat rujung pinus. Dari hal ini menunjukkan
bahwa tawon penggali melakukan penanda visual pada lingkungan di sekitar
sarangnya untuk melacak sarangnya (Campbell dkk, 2008:303).
Suatu mitos yang masih diabadikan oleh media populer
adalah bahwa perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature/alam) atau oleh
pengaruh lingkungan (nuture/pemeliharaan). Pada perkembangannya, hal ini semakin
menjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang
merupakan pengaruh alami atau akibat hasil asuhan atau pemeliharaan. Lambat
laun diketahui bahwa hasil kajian diketahui terjadinya suatu perilaku
disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar),
sehingga terjadi suatu perkembangan sifat yang dimodifikasi oleh lingkungan.
2.4 Bentuk-Bentuk
Perilaku Hewan
Bentuk dari perilaku
hewan dapat dibagi menjadi 2 yaitu perilaku hewan yang berasal dari bawaan yang
umumnya diwariskan, dan perilaku yang terajar (terlatih) (Dwi dan Sugiharti, 2011).
1)
Perilaku
Bawaan (Innate Behavior)
Perilaku bawaan (innate,
instinct, FAP) merupakan perilaku yang bersifat tetap; diprogram sacara genetik;
kisaran perbedaan lingkungan pada individu kelihatannya tidak mengubah
perilaku; tanpa pengalaman spesifik sebelumnya (Rakhmawati, 2014).
Untuk melakukan
perilaku bawaan kadang-kadang diperlukan suatu isyarat tertentu, isyarat
tersebut disebut release atau pelepas. Release (pelepas) ini dapat berupa
warna, zat kimia, dll (Sudaryanto, 2011).
a.
Release
berupa warna, misalnya pada ikan berduri punggung tiga. Selama musim berbiak
biasanya ikan betina akan mengikuti ikan jantan yang perutnya berwarna merah ke
sarang yang telah disiapkannya. Tetapi ternyata ikan betina akan mengikuti
setiap benda yang berwarna merah yang diberikan kepadanya. Dan benda apapun
yang menyentuh dasar ekornya, akan menyebabkan ikan betina tersebut bertelur.
b. Release berupa zat kimia, misalnya feromon (pheromone). Banyak hewan yang
berkomunikasi melalui aroma dengan mengeluarkan zat kimia berupa feromon ini. Feromon
berfungsi sebagai release pada berbagai serangga sosial seperti semut, lebah
dan rayap. Feromon ini seringkali berkaitan dengan perilaku reproduktif, namun
di samping itu juga berkaitan dengan perilaku non reproduktif. Jadi hewan-hewan
serangga mempunyai berbagai feromon untuk setiap tingkah laku, misalnya untuk
perilaku kawin, perilaku mencari makan, perilaku adanya bahaya, dll (Campbell
dkk, 2008:300). Perhatikan gambar 2.4 berikut yang menunjukkan salah satu
contoh release berupa feromon pada semut yang mencari makan.
|
Ketika semut menemukan makanan, dia akan dapat mengikuti
jejak feromon sendiri kembali ke sarang. Dalam perjalanan kembali ke sarang,
semut memberitahukan kepada rekannya akan adanya makanan dengan meletakkan
feromon lebih atau menciptakan jejak dengan aroma lebih kuat. Pada gambar 2.5
di atas, semut A mencapai makanan yang pertama. Semut A ini mengikuti kembali
jejaknya sendiri untuk kembali ke sarang, sementara ketiga semut lainnya masih terus
mengembara mencari makanan. Ketika semut lain (yang belum menemukan makanan)
menemukan jejak feromon, mereka mulai mengikuti jejak. Oleh karena jejak
feromon semut A cukup kuat aromanya maka ketika mereka menemukan jejak feromon
semut A, mereka akan mengikuti jejaknya. Sehingga dengan demikian mereka akan
dapat menemukan makanan dan bergotong royong membawa makanan tersebut ke
sarangnya (Cendrajaya, 2012).
Pada perilaku
bawaan ini ada beberapa bentuk perkembangan sifat yaitu innate, instinct, dan
FAP.
a.
Innate
Innate
merupakan perilaku atau suatu potensi terjadinya perilaku yang telah ada di
dalam suatu individu. Perilaku yang timbul karena bawaan lahir berkembang
secara tetap atau pasti. Perilaku ini tidak memerlukan adanya pengalaman atau
memerlukan proses belajar, seringkali terjadi pada saat baru lahir, dan
perilaku ini bersifat genetis (diturunkan). Contohnya seperti tampak pada
gambar 2.5 yang menunjukkan bahwa tukik yang baru menetas secara alamiah mampu
menuju laut tanpa adanya pemandu (Sudaryanto, 2011).
b.
Instinct
(Insting atau Naluri)
Insting adalah perilaku terhadap suatu stimulus
(rangsangan) tertentu pada suatu spesies, biarpun perilaku tersebut tidak
didasari pengalaman lebih dahulu, dan perilaku ini bersifat menurun. Hal ini
dapat diuji dengan menetaskan hewan di tempat terpencil, sehingga apapun yang
dilakukan hewan-hewan tersebut berlangsung tanpa mengikuti contoh dari
hewan-hewan yang lain. Tetapi hal tersebut tidak dapat terjadi pada hewan-hewan
menyusui, karena pada hewan-hewan menyusui selalu ada kesempatan pada anaknya
untuk belajar dari induknya (Wijarprasidya dan Aldezia, 2012).
Insting
merupakan perilaku innate klasis yang sulit dijelaskan, walaupun demikian
terdapat beberapa perilaku insting yang merupakan hasil pengalaman, belajar dan
adapula yang merupakan faktor keturunan. Semua makhluk hidup memiliki beberapa
insting dasar (Sudaryanto, 2011). Contoh perilaku hewan
yang menggunakan insting,
yaitu pada
pembuatan sarang laba-laba diperlukan serangkaian aksi yang kompleks, tetapi bentuk akhir sarangnya
seluruhnya bergantung pada nalurinya. Dan bentuk sarang ini adalah khas untuk
setiap spesies, walaupun sebelumnya tidak pernah dihadapkan pada pola khusus
tersebut. Hal ini lebih jelas
dapat dilihat pada gambar 2.6.
Contoh lain dari perilaku hewan
yang berupa insting,
yaitu pada
pembuatan sarang burung misalnya sarang burung manyar (Ploceus manyar) seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.7.
Meskipun burung tersebut belum pernah melihat model sarangnya, burung manyar
secara naluriah akan membuat sarang yang sama.
c.
FAP
(Fixed Action Pattern atau Pola Aksi
Tetap)
FAP atau pola aksi tetap adalah suatu perilaku steretipik
yang disebabkan oleh adanya stimulus yang spesifik (Sudaryanto, 2011). FAP ini merupakan
salah satu tipe perilaku yang terkait langsung dengan rangsangan sederhana,
yang mana urut-urutan tindakan yang tidak dipelajari yang pada dasarnya tidak
dapat diubah, dan umumnya dilakukan sampai selesai jika sudah dimulai. Pemicunya
adalah petunjuk eksternal yang dikenal sebagai rangsangan tanda (sign stimulus). Timbergen mempelajari
kasus yang telah menjadi contoh klasik rangsangan tanda dan pola tindakan tetap
pada ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus
aculeatus) jantan yang menyerang ikan jantan lainnya yang memasuki wilayah
atau teritori sarangnya, seperti yang tampak pada gambar 2.8.
Penyerangan seperti tampak pada gambar 2.8 tersebut dipicu oleh rangsangan
tanda warna merah pada bagian perut. Hal ini mulai terpikirkan oleh Timbergen
ketika secara kebetulan ia menjumpai ikan tersebut berperilaku agresif terhadap
truk warna merah yang lewat di depan akuarium. Berdasarkan hal tersebut, ia
melakukan sebuah percobaan dan menunjukkan bahwa warna merah di bagian bawah
tubuh ikan jantan lain normalnya memicu perilaku menyerang. Ia membuktikannya
dengan menggunakan sebuah model seperti tampak pada Gambar 2.9 di bawah ini.
|
Berdasarkan
pengamatannya terhadap model-model tersebut ia tahu bahwa Ikan Stickleback
berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus)
jantan tidak akan menyerang ikan yang tidak memiliki warna merah yang umumnya
ikan ini merupakan ciri ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus) betina (Campbell dkk., 2008:296).
2) Perilaku Terajar (Learned)
Perilaku terajar merupakan perilaku yang mana perilaku
ini memerlukan adanya memori untuk ingatan atau modifikasi dari pengalaman
(Rakhmawati, 2014). Sementara menurut Dwi dan Sugiharti (2011), menyebutkan
bahwa Perilaku terajar adalah perilaku yang lebih kurang diperoleh atau
dimodifikasi secara permanen sebagai akibat pengalaman individu.
BAB 3. KESIMPULAN
Berdasarkan pendahuluan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut.
1)
Perilaku (behavior) hewan adalah
aktivitas atau tanggapan dari suatu hewan terhadap berbagai
stimulus, baik yang berasal dari lingkungan luar maupun yang berasal dari dalam tubuhnya.
2)
Mekanisme terbentuknya perilaku hewan yaitu ketika ada stimulus yang datang
baik eksternal maupun internal yang disampaikan oleh sistem syaraf dan campur
tangan sistem hormon kemudian disampaikan keseluruhan tubuh untuk memberikan
komando agar melakukan
suatu tingkah laku.
3)
Perilaku
hewan dalam usahanya untuk beradaptasi dengan lingkungan dipengaruhi oleh faktor
genetik dan juga faktor lingkungan, yang mana perilaku pada hewan terjadi
karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau “innate behavior”), dan
karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh
lingkungan.
4)
Bentuk dari perilaku hewan dibagi
menjadi 2 yaitu perilaku hewan yang berasal dari bawaan yang umumnya diwariskan (innate behaviore),
dan perilaku yang terajar (terlatih). Pada
perilaku bawaan ada beberapa bentuk perkembangan sifat yaitu innate, instinct, dan FAP (Fixed
Action Pattern atau Pola Aksi Tetap). Dalam terbentuknya perilaku bawaan
ini diperlukan suatu release (isyarat)
yang dapat berupa zat kimia, warna, dll.
DAFTAR
PUSTAKA
Alcock,
J. 1979. Animal Behaviour, an Evolutionariy Approach 2nd Edition.
Massachusetts: Sinauer Associates, Inc.
Alikodra,
H. S.
1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat
Antar Universitas Pendidikan
Ilmu Institut Pertanian
Bogor.
Bima.
2007. Struktur dan Fungsi Hewan-2. http:// Bima. Ipb.Ac.Id.
/Tpbipb/Materi/Biologi/Kuliah%2012%20struktur%20dan%20fungsi%20hayati%20hewan2.Pdf. [Diakses pada 7 September
2015].
Campbell,
N. A.,
J. B.
Reece.,
& L. G.
Mitchel. Biologi. Edisi Kelima Jilid 3. Terjemahan oleh Manalu W. 2000. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Campbell,
N. A. & Reece, J. B. Biologi Edisi
Kedelapan Jilid 3.
Terjemahan oleh Damaring Tyas Wulandari. 2008. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Cendrajaya, A. R. 2012. Bagaimana Cara Semut Mencari
Makanan. http://silverant.blogspot.co.id/2012/07/bagaimanacarasemutmencarimakanan.html.
[Diakses
pada 7 September 2015].
Dwi, F., dan Sugiharti, E. 2011. Etologi alias Tingkah
Laku Hewan. http://dyahemangfitri.blogspot.co.id/2011/03/etologi-alias-tingkah-laku-hewan.html.
[Diakses
pada 7 September 2015].
Rakhmawati, A. 2014. Materi Kuliah Biologi Umum Perilaku
Makhluk Hidup. Jurnal Pendidikan Biologi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Sudaryanto. 2015. Pengenalan Perilaku Hewan. https://yusufpojokkampus.wordpress.com/materi/perilaku-hewan/pengenalan-perilaku-hewan/.
[Diakses
pada 4 September 2015].
Wijarprasidya, A., dan Aldezia, T. 2012. Perilaku Hewan
sebagai Akibat Pengaruh Genetis danLingkungan, Proses Belajar, Refleksi Sosial.
http://dokumen.tips/documents/etologi-makalah.html.
[Diakses
pada 7 September 2015].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar