Jumat, 22 September 2017

TINGKAH LAKU HEWAN : PERILAKU HEWAN SEBAGAI AKIBAT PENGARUH GENETIK DAN LINGKUNGAN






PERILAKU HEWAN SEBAGAI AKIBAT PENGARUH GENETIK DAN LINGKUNGAN

Disusun untuk memenuhi tugas makalah
Mata Kuliah Tingkah Laku Hewan






Oleh:
KELOMPOK 1
Ahdatu Uli Khikamil Maulidya          (120210103024)
Ika Wahyuni                                       (120210103041)








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN.................................................................................... 3
2.1 Pengertian Perilaku Hewan........................................................................ 3
2.2 Mekanisme Terjadinya Tingkah Laku........................................................ 4
2.3 Pengaruh Genetik dan Lingkungan Terhadap Perilaku Hewan................. 5
2.4 Bentuk Perilaku Hewan.............................................................................. 8
BAB 3. KESIMPULAN..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16



DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Mekanisme Stimulus secara Umum....................................... 5
Gambar 2.2 Percobaan Penyilangan Chrysoperla plorabunda dengan Chrysoperla jonshoni           6
Gambar 2.3 Percobaan dengan memanipulasi sarang tawon (Philanthus triangulum) di habitat alami          8
Gambar 2.4 Release berupa Feromon pada Semut saat Mencari Makan.............. 10
Gambar 2.5 Tukik Mampu Menuju Laut Tanpa Adanya Pemandu...................... 11
Gambar 2.6 Laba-laba Membuat Sarang dengan Pola Tertentu............................ 11
Gambar 2.7 Sarang Burung Manyar (Ploceus manyar)........................................ 12
Gambar 2.8 Ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus) jantan yang menyerang ikan jantan lainnya yang memasuki wilayah atau teritori sarangnya............................... 12
Gambar 2.9 Model realistik menguji penyerangan Ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus)  13




BAB 1. PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (berasal dari bahasa Yunani, Anthropos: manusia), yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku tersebut secara antropomorfik.
Suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan atau pemeliharaan. Hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis atau bawaan dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat. Semua hewan memiliki perilaku yang berbeda-beda, baik perilaku bawaannya, yang sudah diajari maupun adaktifnya.
Apabila kita melakukan eksplorasi terhadap beberapa macam interaksi makhluk hidup, banyak contoh telah dikemukakan para peniliti pada bidang perilaku hewan. Suatu spesies hewan mampu berinteraksi dengan lingkungan, hewan tersebut dapat berkomunikasi, bergerak, berinteraksi secara sosial dan mencari makanan. Kajian perilaku hewan merupakan salah satu aspek biologi yang telah lama diteliti, bahkan dapat dikatakan sebagai kajian yang paling tua. Dalam ilmu yang mempelajari perilaku, banyak peneliti menggunakan hewan percobaan dibandingkan tumbuhan.

1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1.    Apa yang dimaksud dengan perilaku hewan?
2.    Bagaimana mekanisme terjadinya tingkah laku?
3.    Bagaimana pengaruh genetik dan lingkungan terhadap perilaku hewan?
4.    Apa saja bentuk-bentuk perilaku hewan?

1.3   Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun beberapa tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut.
1.    Untuk mengetahui pengertian perilaku hewan
2.    Untuk mengetahui mekanisme terjadinya tingkah laku
3.    Untuk mengetahui pengaruh genetic dan lingkungan terhadap perilaku hewan
4.    Untuk mengetahui bentuk-bentuk perilaku hewan




BAB 2. PEMBAHASAN

2.1   Pengertian Perilaku atau Tingkah Laku Hewan
Perilaku (behavior) berarti bertindak, bereaksi, atau berfungsi dalam suatu cara tertentu sebagai respons terhadap beberapa stimulus (rangsangan). Atau dengan kata lain, perilaku merupakan tanggapan ataupun merespon terhadap berbagai stimulus, baik yang berasal dari lingkungan luar maupun yang dari dalam tubuh sendiri berkaitan dengan apa yang dilakukan makhluk hidup dan bagaimana makhluk hidup tersebut melakukannya. Perilaku juga merupakan aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Perilaku organisme ini meliputi perilaku hewan, tumbuhan, ataupun mikroorganisme (Rakhmawati, 2014).
Perilaku juga merupakan kebiasaan-kebiasaan satwa liar dalam aktivitas hidupnya  seperti  sifat  kelompok,  waktu  aktif,  wilayah  pergerakan,  cara  mencari makan,  cara  membuat  sarang,  hubungan  sosial,  tingkah  laku  bersuara,  interaksi dengan spesies lainnya, cara kawin dan melahirkan anak (Alikodra, 1990). Perilaku merupakan suatu adaptasi agar makhluk hidup tetap bertahan hidup pada lingkungan tertentu. Perilaku individual adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh otot atau kelenjar di bawah kendali sistem saraf sebagai respon terhadap suatu rangsangan. Contohnya perilaku hewan ini antara lain yaitu hewan yang menggunakan otot-otot di dada dan kerongkongannya untuk berkicau, atau melepaskan bau tertentu untuk menandai teritorinya. Perilaku adalah bagian esensial pemerolehan nutrien untuk pencernaan dan pencarian pasangan untuk reproduksi seksual. Selrain itu juga turut berperan dalam homeostasis, misalnya lebah madu berdempetan untuk menghasilkan atau mengonservasi panas (Campbell dkk, 2008:295).
Tingkah  laku  hewan  sendiri  terdiri  dari  dua  macam  yaitu  ”klise”  yang merupakan konsekuensi dari sistem syaraf yang diturunkan secara genetik bersifat tetap  dan  utuh  ”fixed  action  pattern”.  Tingkah  laku  ini  antara  lain  taksis  yaitu orientasi  tubuh  dalam  menghadapi  aspek  lingkungan,  refleks  yaitu  respon  yang dilakukan oleh sebagian tubuh  dan insting  yaitu  interaksi antara hormon, stimulus  eksternal dan sistem syaraf. Tingkah laku dipelajari ”acquired” adalah tingkah laku  yang terbentuk melalui proses belajar sepanjang masa kehidupan, berubah berdasarkan  pengalaman, non genetik dan tidak berkaitan  dengan  stimulus tertentu.  Tingkah laku ini tebagi menjadi tingkah laku belajar dan reasoning yaitu kemampuan merespon situasi baru tanpa proses belajar sebelumnya (Bima, 2007).
Menurut Alcock (1979), bila mengamati tingkah laku, maka terdapat dua pengertian, yaitu proksimat dan ultimat. Proksimat merupakan mekanisme yang berkaitan dengan stimulus lingkungan atau penyebab tingkah laku yang secara langsung berasal dari dalam tubuhnya. Stimulus yang muncul dapat mengakibatkan perubahan hormon atau neural yang menstimulasi tingkah laku, yang berhubungan dengan produksi seperti kicauan burung dan pembuatan sarang. Sedangkan ultimat merupakan perilaku yang berasal dari dalam hewan itu sendiri karena faktor genetik yang terbentuk melalui gen tertentu karena hewan harus mempertahankan hidupnya. Lebih jelas mengenai perilaku hewan ini, dipelajari dalam cabang ilmu etologi. Etologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan dalam kondisi alami.

2.2   Mekanisme Terjadinya Tingkah Laku
Suatu tingkah laku memiliki hubungan yang erat dengan beberapa sistem hormon dan adanya stimulus. Selain itu dalam mekanisme tingkah laku organ yang berfungsi menerima atau mengambil informasi yaitu organ sensori. Berdasarkan macam rangsangan organ sensori terbagi menjadi beberapa macam yaitu mekanoreseptor, kemoreseptor, termoreseptor, elektroreseptor dan photoreseptor.  Semua organ sensori ini dipengaruhi oleh adanya stimulus baik stimulus internal maupun stimulus eksternal (Campbell dkk., 2000).
Berikut ini adalah skema mekanisme stimulus terhadap tingkah laku secara umum (Alcock, 1979).

Gambar 2.1 Skema Mekanisme Stimulus Secara Umum
Sumber Gambar: Rianti, 2010

Sumber: (Campbell, 2008:297)
 
 










Dari Gambar 2.1 bila dijelaskan mekanismenya yaitu stimulus yang datang baik eksternal maupun internal yang disampaikan oleh sistem syaraf dan campur tangan sistem hormon yang disampaikan keseluruhan tubuh untuk memberikan komando melakukan suatu tingkah laku.

2.3   Pengaruh Genetik dan Lingkungan Terhadap Perilaku Hewan
Ada anggapan bahwa perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature atau alam) atau oleh pengaruh lingkungan (nurture atau pemeliharaan). Sejauh mana gen dan lingkungan mempengaruhi sifat fenotipik, yang meliputi sifat perilaku? Fenotipe bergantung pada gen dan lingkungan, sifat atau ciri perilaku memiliki komponen genetik dan lingkungan, seperti halnya semua sifat anatomis dan fisiologis seekor hewan.
Seperti ciri fenotipik lainnya, perilaku memperlihatkan suatu kisaran variasi fenotipik (suatu “norma reaksi”) yang bergantung pada lingkungan, di mana genotipe itu diekspresikan. Studi kasus menujukkan perilaku dengan pengaruh genetik yang kuat dan dapat diturunkan dari induknya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Charles Henry, Lucia Martinez, dan Kent Holsinger yang menyilangkan serangga sayap-pita-hijau Chrysoperla plorabunda dengan Chrysoperla jonshoni (Campbell dkk., 2008:306). Percobaan tersebut lebih jelasnya dapat diamati pada gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Percobaan Penyilangan Chrysoperla plorabunda dengan Chrysoperla jonshoni
Sumber Gambar: (Campbell dkk, 2008:307)

 
 









Pada percobaan tersebut, para peneliti membandingkan nyanyian percumbuan induk jantan Chrysoperla plorabunda dan induk betina Chrysoperla jonshoni, dengan nyanyian keturunan hibrid (F1) yang telah dibesarkan dalam isolasi dari serangga sayap-pita-hijau lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa keturunan hibrid (F1) menyanyikan lagu yang panjang ‘unit berulang standarnya’ (standard repeating unit) serupa dengan yang dinyanyikan oleh induk jantan Chrysoperla plorabunda. Namun untuk ‘periode rentetan nada’ (volley period) pada interval antara dua rentetan getaran lebih mirip dengan induk betina Chrysoperla jonshoni. Oleh karena nyanyian dari keturunan hibrid tersebut memiliki ciri-ciri dari kedua induknya, maka ini mengindikasikan bahwa nyanyian percumbuan Chrysoperla plorabunda dan Chrysoperla jonshoni dikontrol oleh lebih dari satu gen dan diturunkan pada keturunannya (Campbell dkk, 2008:307).
Selain dipengaruhi oleh faktor genetik, perilaku hewan dalam usahanya untuk beradaptasi dengan lingkungan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau “innate behavior”), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi dimana gen yang mendasari perilaku itu diekspresikan. Hal ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel, dan juga semua kondisi hormonal dan kondisi kimiawi dan fisik yang dialami oleh seekor hewan yang sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau di dalam rahim. Maka dari itu lingkungan sekitar dapat mendorong hewan bertingkah laku untuk menyesuaikan diri dan bahkan terjadi pula penyesuaian hereditas. Implikasinya, jenis atau spesies hewan mempengaruhi reaksi dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Perilaku dapat dimodifikasi oleh lingkungan dimana hewan tinggal, yang mana merupakan produk interaksi antara kapasitas genetik dan pengaruh lingkungan (Rakhmawati, 2014). Contoh perilaku yang dimodifikasi akibat pengaruh lingkungan dijabarkan oleh percobaan Niko Tinbergen pada perilaku penentuan lokasi sarang pada tawon penggali (Philanthus). Perilaku bawaan (genetik): bagaimana cara menggali, bagaimana cara menutup sarangnya. Perilaku terajar: menentukan lokasi galian. Pada percobaan ini Tinbergen tergelitik oleh perilaku tawon penggali betina (Philanthus triangulum), yang bersarang dalam liang kecil dalam gumuk pasir. Ia mengamati bahwa ketika tawon meninggalkan sarangnya untuk pergi berburu, ia menutupi pintu masuk ke liang dengan pasir. Setelah pergi selama 30 menit atau lebih ia kembali dan terbang langsung ke sarangnya yang tersembunyi. Tinbergen mengajukan hipotesis bahwa tawon menentukan letak sarangnya dengan mempelajari posisi sarang relatif terhadap penanda (Landmark) atau indikator lokasi yang kasat mata atau dengan penanda visual. Untuk menguji hipotesis tersebut, Tinbergen melakukan sebuah percobaan di habitat alami tawon dengan memanipulasi objek di sekeliling pintu masuk sarang dengan menyusun rujung pinus mengitari sarang sebagai penanda saat tawon berada di dalam liang. Setelah tawon pergi berburu dan kembali lagi ke sarangnya yang telah ditandai seperti pada gambar 2.3 (sebelah kanan).
                         


Text Box: Gambar 2.3 Percobaan dengan memanipulasi sarang tawon (Philanthus triangulum) di habitat alami 
Sumber Gambar: (Campbell dkk, 2008:303)

Setelah dua hari, Tinbergen menggeser lingkaran rujung pinus ke sisi lain. Saat tawon pulang, ia terbang ke tengah lingkaran pinus yang telah digeser posisinya bukan ke sarang yang ada di dekat rujung pinus. Dari hal ini menunjukkan bahwa tawon penggali melakukan penanda visual pada lingkungan di sekitar sarangnya untuk melacak sarangnya (Campbell dkk, 2008:303).
Suatu mitos yang masih diabadikan oleh media populer adalah bahwa perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature/alam) atau oleh pengaruh lingkungan (nuture/pemeliharaan). Pada perkembangannya, hal ini semakin menjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang merupakan pengaruh alami atau akibat hasil asuhan atau pemeliharaan. Lambat laun diketahui bahwa hasil kajian diketahui terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat yang dimodifikasi oleh lingkungan.

2.4   Bentuk-Bentuk Perilaku Hewan
Bentuk dari perilaku hewan dapat dibagi menjadi 2 yaitu perilaku hewan yang berasal dari bawaan yang umumnya diwariskan, dan perilaku yang terajar (terlatih) (Dwi dan Sugiharti, 2011).


1)      Perilaku Bawaan (Innate Behavior)
Perilaku bawaan (innate, instinct, FAP) merupakan perilaku yang bersifat tetap; diprogram sacara genetik; kisaran perbedaan lingkungan pada individu kelihatannya tidak mengubah perilaku; tanpa pengalaman spesifik sebelumnya (Rakhmawati, 2014).
Untuk melakukan perilaku bawaan kadang-kadang diperlukan suatu isyarat tertentu, isyarat tersebut disebut release atau pelepas. Release (pelepas) ini dapat berupa warna, zat kimia, dll (Sudaryanto, 2011).
a.       Release berupa warna, misalnya pada ikan berduri punggung tiga. Selama musim berbiak biasanya ikan betina akan mengikuti ikan jantan yang perutnya berwarna merah ke sarang yang telah disiapkannya. Tetapi ternyata ikan betina akan mengikuti setiap benda yang berwarna merah yang diberikan kepadanya. Dan benda apapun yang menyentuh dasar ekornya, akan menyebabkan ikan betina tersebut bertelur.
b.      Release berupa zat kimia, misalnya feromon (pheromone). Banyak hewan yang berkomunikasi melalui aroma dengan mengeluarkan zat kimia berupa feromon ini. Feromon berfungsi sebagai release pada berbagai serangga sosial seperti semut, lebah dan rayap. Feromon ini seringkali berkaitan dengan perilaku reproduktif, namun di samping itu juga berkaitan dengan perilaku non reproduktif. Jadi hewan-hewan serangga mempunyai berbagai feromon untuk setiap tingkah laku, misalnya untuk perilaku kawin, perilaku mencari makan, perilaku adanya bahaya, dll (Campbell dkk, 2008:300). Perhatikan gambar 2.4 berikut yang menunjukkan salah satu contoh release berupa feromon pada semut yang mencari makan.


Gambar 2.4 Release berupa Feromon pada Semut saat Mencari Makan

Sumber: (Campbell, 2008:297)
 









Ketika semut menemukan makanan, dia akan dapat mengikuti jejak feromon sendiri kembali ke sarang. Dalam perjalanan kembali ke sarang, semut memberitahukan kepada rekannya akan adanya makanan dengan meletakkan feromon lebih atau menciptakan jejak dengan aroma lebih kuat. Pada gambar 2.5 di atas, semut A mencapai makanan yang pertama. Semut A ini mengikuti kembali jejaknya sendiri untuk kembali ke sarang, sementara ketiga semut lainnya masih terus mengembara mencari makanan. Ketika semut lain (yang belum menemukan makanan) menemukan jejak feromon, mereka mulai mengikuti jejak. Oleh karena jejak feromon semut A cukup kuat aromanya maka ketika mereka menemukan jejak feromon semut A, mereka akan mengikuti jejaknya. Sehingga dengan demikian mereka akan dapat menemukan makanan dan bergotong royong membawa makanan tersebut ke sarangnya (Cendrajaya, 2012).
Pada perilaku bawaan ini ada beberapa bentuk perkembangan sifat yaitu innate, instinct, dan FAP.
a.       Innate
https://yusufpojokkampus.files.wordpress.com/2010/08/tukik-1.jpgText Box: Gambar 2.5 Tukik mampu menuju laut tanpa adanya pemandu
Sumber Gambar: https://yusufpojokkampus.wordpress.com/materi/perilaku-hewan/pengenalan-perilaku-hewan/
Innate merupakan perilaku atau suatu potensi terjadinya perilaku yang telah ada di dalam suatu individu. Perilaku yang timbul karena bawaan lahir berkembang secara tetap atau pasti. Perilaku ini tidak memerlukan adanya pengalaman atau memerlukan proses belajar, seringkali terjadi pada saat baru lahir, dan perilaku ini bersifat genetis (diturunkan). Contohnya seperti tampak pada gambar 2.5 yang menunjukkan bahwa tukik yang baru menetas secara alamiah mampu menuju laut tanpa adanya pemandu (Sudaryanto, 2011).
b.      Instinct (Insting atau Naluri)
Insting adalah perilaku terhadap suatu stimulus (rangsangan) tertentu pada suatu spesies, biarpun perilaku tersebut tidak didasari pengalaman lebih dahulu, dan perilaku ini bersifat menurun. Hal ini dapat diuji dengan menetaskan hewan di tempat terpencil, sehingga apapun yang dilakukan hewan-hewan tersebut berlangsung tanpa mengikuti contoh dari hewan-hewan yang lain. Tetapi hal tersebut tidak dapat terjadi pada hewan-hewan menyusui, karena pada hewan-hewan menyusui selalu ada kesempatan pada anaknya untuk belajar dari induknya (Wijarprasidya dan Aldezia, 2012).
Text Box: Gambar 2.6 Laba-laba membuat sarang dengan pola tertentu
Sumber Gambar: https://yusufpojokkampus.wordpress.com/materi/perilaku-hewan/pengenalan-perilaku-hewan/

Insting merupakan perilaku innate klasis yang sulit dijelaskan, walaupun demikian terdapat beberapa perilaku insting yang merupakan hasil pengalaman, belajar dan adapula yang merupakan faktor keturunan. Semua makhluk hidup memiliki beberapa insting dasar (Sudaryanto, 2011). Contoh perilaku hewan yang menggunakan insting, yaitu pada pembuatan sarang laba-laba diperlukan serangkaian aksi yang kompleks, tetapi bentuk akhir sarangnya seluruhnya bergantung pada nalurinya. Dan bentuk sarang ini adalah khas untuk setiap spesies, walaupun sebelumnya tidak pernah dihadapkan pada pola khusus tersebut. Hal ini lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.6.
Text Box: Gambar 2.7 Sarang Burung Manyar (Ploceus manyar)
Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b9/Baya_weaver_at_nest_I_IMG_5101.jpg

Contoh lain dari perilaku hewan yang berupa insting, yaitu pada pembuatan sarang burung misalnya sarang burung manyar (Ploceus manyar) seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.7. Meskipun burung tersebut belum pernah melihat model sarangnya, burung manyar secara naluriah akan membuat sarang yang sama.

c.       FAP (Fixed Action Pattern atau Pola Aksi Tetap)
Text Box: Gambar 2.8 Ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus) jantan yang menyerang ikan jantan lainnya yang memasuki wilayah atau teritori sarangnya.
Sumber: (Campbell, 2008:297)
FAP atau pola aksi tetap adalah suatu perilaku steretipik yang disebabkan oleh adanya stimulus yang spesifik (Sudaryanto, 2011). FAP ini merupakan salah satu tipe perilaku yang terkait langsung dengan rangsangan sederhana, yang mana urut-urutan tindakan yang tidak dipelajari yang pada dasarnya tidak dapat diubah, dan umumnya dilakukan sampai selesai jika sudah dimulai. Pemicunya adalah petunjuk eksternal yang dikenal sebagai rangsangan tanda (sign stimulus). Timbergen mempelajari kasus yang telah menjadi contoh klasik rangsangan tanda dan pola tindakan tetap pada ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus) jantan yang menyerang ikan jantan lainnya yang memasuki wilayah atau teritori sarangnya, seperti yang tampak pada gambar 2.8.
Penyerangan seperti tampak pada gambar 2.8 tersebut dipicu oleh rangsangan tanda warna merah pada bagian perut. Hal ini mulai terpikirkan oleh Timbergen ketika secara kebetulan ia menjumpai ikan tersebut berperilaku agresif terhadap truk warna merah yang lewat di depan akuarium. Berdasarkan hal tersebut, ia melakukan sebuah percobaan dan menunjukkan bahwa warna merah di bagian bawah tubuh ikan jantan lain normalnya memicu perilaku menyerang. Ia membuktikannya dengan menggunakan sebuah model seperti tampak pada Gambar 2.9 di bawah ini.

Gambar 2.9 Model realistik (tanpa warna merah) di sebelah atas, tidak menghasilkan respon yang agresif pada Ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus) jantan. Model-model lain dengan bagian bawah berwarna merah, menghasilkan respon yang kuat.
Sumber: (Campbell, 2008:297)
 
 








Berdasarkan pengamatannya terhadap model-model tersebut ia tahu bahwa Ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus) jantan tidak akan menyerang ikan yang tidak memiliki warna merah yang umumnya ikan ini merupakan ciri ikan Stickleback berduri-tiga (Gasterosteus aculeatus) betina (Campbell dkk., 2008:296).

2)      Perilaku Terajar (Learned)
Perilaku terajar merupakan perilaku yang mana perilaku ini memerlukan adanya memori untuk ingatan atau modifikasi dari pengalaman (Rakhmawati, 2014). Sementara menurut Dwi dan Sugiharti (2011), menyebutkan bahwa Perilaku terajar adalah perilaku yang lebih kurang diperoleh atau dimodifikasi secara permanen sebagai akibat pengalaman individu.




BAB 3. KESIMPULAN

Berdasarkan pendahuluan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1)      Perilaku (behavior) hewan adalah aktivitas atau tanggapan dari suatu hewan terhadap berbagai stimulus, baik yang berasal dari lingkungan luar maupun yang berasal dari dalam tubuhnya.
2)      Mekanisme terbentuknya perilaku hewan yaitu ketika ada stimulus yang datang baik eksternal maupun internal yang disampaikan oleh sistem syaraf dan campur tangan sistem hormon kemudian disampaikan keseluruhan tubuh untuk memberikan komando agar melakukan suatu tingkah laku.
3)      Perilaku hewan dalam usahanya untuk beradaptasi dengan lingkungan dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga faktor lingkungan, yang mana perilaku pada hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir atau “innate behavior”), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan.
4)      Bentuk dari perilaku hewan dibagi menjadi 2 yaitu perilaku hewan yang berasal dari bawaan yang umumnya diwariskan (innate behaviore), dan perilaku yang terajar (terlatih). Pada perilaku bawaan ada beberapa bentuk perkembangan sifat yaitu innate, instinct, dan FAP (Fixed Action Pattern atau Pola Aksi Tetap). Dalam terbentuknya perilaku bawaan ini diperlukan suatu release (isyarat) yang dapat berupa zat kimia, warna, dll.


DAFTAR PUSTAKA

Alcock, J.  1979. Animal Behaviour, an Evolutionariy Approach 2nd Edition. Massachusetts: Sinauer Associates, Inc.

Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat  Antar  Universitas  Pendidikan  Ilmu  Institut  Pertanian  Bogor.

Bima. 2007. Struktur dan Fungsi Hewan-2. http:// Bima. Ipb.Ac.Id. /Tpbipb/Materi/Biologi/Kuliah%2012%20struktur%20dan%20fungsi%20hayati%20hewan2.Pdf.  [Diakses pada 7 September 2015].

Campbell, N. A., J. B. Reece., & L. G. Mitchel. Biologi. Edisi Kelima Jilid 3. Terjemahan oleh Manalu W. 2000. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Campbell, N. A. & Reece, J. B. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Terjemahan oleh Damaring Tyas Wulandari. 2008. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Cendrajaya, A. R. 2012. Bagaimana Cara Semut Mencari Makanan. http://silverant.blogspot.co.id/2012/07/bagaimanacarasemutmencarimakanan.html. [Diakses pada 7 September 2015].

Dwi, F., dan Sugiharti, E. 2011. Etologi alias Tingkah Laku Hewan. http://dyahemangfitri.blogspot.co.id/2011/03/etologi-alias-tingkah-laku-hewan.html. [Diakses pada 7 September 2015].

Rakhmawati, A. 2014. Materi Kuliah Biologi Umum Perilaku Makhluk Hidup. Jurnal Pendidikan Biologi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Sudaryanto. 2015. Pengenalan Perilaku Hewan. https://yusufpojokkampus.wordpress.com/materi/perilaku-hewan/pengenalan-perilaku-hewan/. [Diakses pada 4 September 2015].


Wijarprasidya, A., dan Aldezia, T. 2012. Perilaku Hewan sebagai Akibat Pengaruh Genetis danLingkungan, Proses Belajar, Refleksi Sosial. http://dokumen.tips/documents/etologi-makalah.html. [Diakses pada 7 September 2015].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar