LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
PEMATAHAN
DORMANSI BIJI
Oleh:
Zakyah
120210153086
A-International
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
I.
Judul
Pematahan dormansi biji
II.
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh cara
pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi
III.
Dasar
Teori
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga
proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya
pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury, 1995). Dormansi benih berhubungan
dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi
lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat
terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap
untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai
untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Tipe dormansi biji
antara lain (Salisbury, 1995) :
1.
Dormansi fisik : yang
menyebabkan pembatasan structural terhadap perkedcambahan. seperti kulit biji
ynag keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya
air dan gas pada beberapa jenis tanaman
2.
Dormansi fisiologis : dapat
disebabkan oleh bebrapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur
tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor
dalam sepert immaturity atau ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis
lainnya
Menurut
Sutopo (2002), benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup
tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Pertumbuhan tidak
akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum
dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut.
Dormansi merupakan
kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu
yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri
terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas,
dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi
merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada
kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi
bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengarendatasi
hambatan. Dormansi pada benih
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2002).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment
atau perlakuan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan
mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan
kulit benih) adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel
menjadi permeabel melalui penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan
penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat
lainnya. Kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke
dalam benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi
akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih
cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke
dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat
akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Juhanda, 2013).
Pemecahan
dormansi dan penciptaan lingkungan yang cocok sangat perlu untuk memenuhi
proses perkecambahan. Benih yang mempunyai kulit biji tidak permeable dapat
dirangsang dengan mengubah kulit biji untuk membuat permeable terhadap
gas–gas dan air. Perkecambahan benih dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
dari dalam (faktor genetic) berupa tingkat pemasakan benih dan kulit benih dari
luar (faktor lingkungan) yaitu pengaruh suhu, cahaya, air dan media tumbuh (Haryuni,
2007).
Selama
perkecambahan terlihat adanya berbagai proses: (1) imbibisi air, (2) hidrasi
organel subseluler, (3) perubahan-perubahan organisasi subseluler dari embrio
dan endosperm atau ketik dan, (4) perubahan aktivitas fitokroma, (5)
pengaktifan auxin, (6) sintesis enzim denova, (7) persediaan bahan makanan, (8)
translokasi molekul-molekul organik terlarut ke embrio, (9) sintesis protein
dan penyusunan sel lainnya, (10) kenaikan pengambilan oksigen dan aktifitas
respirasi, (11) pembesaran sel, (12) pembelahan sel, (13) sintesis dan
pengaktifan zat-zat tumbuh, (14) differensiasi sel, (15) redistribusi metabolit
dalam embrio, (16) perubahan tingkat oksigen dan karbon dioksida (Haryuni,
2007).
Pematahan dormansi
Secara
mekanik
o
Dengan goncangan, kulit biji yang keras
menghalangi penyerapan oksigen dan air. Kulit biji yang keras itu biasanya terdapat
pada anggota family Fabaceae (Leguminosae) pengecualian untuk buncis dan kapri.
o
Diberi perlakuan panas, sumpal strofiolar
yang terdapat pada biji dapat lepas jika diberi panas.
o
Skarifikasi atau penggoresan, biasanya
menggunakan pisau, kikir atau kertas amplas. Di alam goresan tersebut mungkin
terjadi akibat kerja mikroba, ketika biji melewati alat pencernaan pada burung
atau hewan lain, biji terpajan pada suhu yang berubah-ubah, atau terbawa air
melintasi pasir atau cadas.
o
Tumbuhnya fungi di kulit biji, merekahkan
kulit itu sehingga perkecambahan dapat berlangsung.
Secara
kimia
o
Merendam dengan alcohol, pelarut lemak
lainnya, atau asam pekat, bertujuan untuk menghilangkan bahan berlilin yang
menghalangi masuknya air.
o
Tiourea, nitrat dan nitrit sebagai pemacu
perkecambahan terutama biji spesies rerumputan.
Secara
fisika
o
Pendinginan awal (Prechilling), selama
pendinginan awal, embrio beberapa spesies tumbuh sangat cepat. Perlakuan
pendinginan sebelum perkecambahan yang diperlukan oleh biji-bijian untuk
mnghilangkan dormansinya disebut stratifikasi. Selama stratifikasi, beberapa
perubahan terjadi terhadap hormon-hormon. ABA yang mula-mula sangat tinggi akan
menurun dengan cepat, sedangkan sitokinin akan meningkat dan kemudian menurun
kembali apabila giberelin meningkat. Pada saat perkecambahan, semua hormon
turun pada kadar yang rendah.
o
Cahaya, jumlah klorofil yang terdapat pada
embrio saat biji masak sangat penting untuk menentukan apakah biji spesies
tertentu akan bersifat fotodorman (membutuhkan cahaya untuk perkecambahannya)
atau tidak. Bila biji yang perkecambahannya terpacu oleh cahaya terkena cahaya
maka akan berkecambah dan mampu berfotosintesis. Bagi biji yang
perkecambahannya terhambat oleh cahaya, perkecambahannya itu tak akan terjadi
sampai biji tertutup seluruhnya oleh sampah, yaitu saat mendapatkan air yang
cukup untuk tumbuh (Sasmitamihardja,
1996).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi dormansi biji
1. Faktor eksternal
a.
Cahaya
Cahaya mempengaruhi dormansi dengan
tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang
gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari). Jika dari segi kuantitas
cahaya, dormansi ini terjadi karena pengaruh dari intensitas cahaya yang
diberikan kepada biji. Dari segi kualitas cahaya dormansi disebabkan oleh
panjang gelombang tertentu. Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah
daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red;
730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah
mutually antagonistic (sama sekali bertentangan). Jika diberikan bergantian,
maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali
diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat
berada dalam 2 kondisi alternatif), yaitu:
a.
P650 : mengabsorbir di daerah merah
b.
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai
sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah
yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya
perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730
nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses
perkecambahan dan terjadi dormansi (Dwidjoseputro, 1985).
b. Suhu
Perlakuan suhu rendah pada waktu
sebelum memasuki musim dingin pada
daerah beriklim sedang dapat menyebabkan peningkatan dormansi, misalnya pada
tanaman aprikot (Prunus armeniaca). Kondisi udara yang lebih hangat pada musim
gugur dapat menunda dormansi, tetapi tidak menghentikan terjadinya dormansi
tunas pada tanaman buah-buahan di daerah beriklim sedang. Perlakuan suhu rendah
untuk memecahkan dormansi pada tunas akan lebih efektif jika setelah dormansi
dipecahkan segera diikuti dengan perlakuan suhu yang optimal untuk memacu
pertumbuhan.
c. Kurangnya
air
Proses
penyerapan air oleh benih terhadap perbedaan potensi air yang sangat nyata
antara sel-sel yang telah menyerap air dengan sel-sel yang belum menyerap air.
Terdapat batas-batas tegas antara bagian benih yang telah meningkat kadar
airnya dengan bagian yang belum terpengaruh kadar airnya. Sel-sel yang telah
menyerap air akan membesar, ukuran benih meningkat dua kali lipat setelah
proses imbibisi berlangsung (Lakitan, 2000).
2. Faktor internal
Merupakan
faktor yang berasal dari dalam tubuh benih itu sendiri seperti:
1.
Kulit Biji
Kulit biji dapat
berperan sebagai penghambat untuk terjadinya perkecambahan, sehingga biji
tersebut digolongkan sebagai biji tersebut digolongkan sebagai biji yang berada
dalam keadaan dorman. Hambatan kulit biji tersebut mungkin disebabkan karena :
ü Kulit
biji mengandung senyawa penghambat tumbuh
ü Kulit
menghambat difusi oksigen dan/atau air masuk ke dalam biji
ü Kulit
biji memiliki resistensi mekanis yang besar radikel tidak mampu untuk tumbuh
menembusnya.
2.
Kematangan embrio
Terjadinya
dormansi disebabkan oleh belum matangnya atau belum sempurnanya pembentukan
embrio. Pada saat terjadi absisi atau gugurnya buah dari daun, biji belum
menyelesaikan perkembangannya. Sehingga biji terdiferensiasi sempurna, sehingga
biji membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkecambah karena mempersiapkan
kebutuhannya. Dalam hal ini, berarti biji melakukan penundaan untuk tidak
berkecambah dan melakukan dorman.
3.
Adanya Inhibitor (penghambat)
Perkecambahan biji
adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang
masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat
salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses
perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir
adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi penghambatannya sukar
ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut
diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji
maupun daging buah.
4.
Rendahnya zat perangsang tumbuh
Walaupun terdapat banyak jenis
senyawa yang dapat berperan menghambat (Kamil, 1984).
IV.
Metode
Penelitian
4.1 Alat
-
Beaker glass
-
Petridish
-
Kertas ampelas
4.2 Bahan
-
Biji asam atau biji lain yang berkulit
keras
-
Asam sulfat pekat
-
Kertas hisap
-
Air
4.3 Cara kerja
Petunjuk
Prosentase
= Jumlah benih yang berkecambah x 100%
Jumlah benih keseluruhan
V.
HASIL PENGAMATAN
Kelompok
|
Perlakuan
|
Keterangan
|
Prosentase
|
||
Mekanik
|
Kimia
(H2SO4)
|
Kontrol
|
|||
1
|
5
|
0
|
1
|
-
Mekanik: medium
kering, tidak ditumbuhi jamur
-
Kimiawi: medium
kering, ditumbuhi jamur
-
Kontrol: medium kering,
tidak ditumbuhi jamur
|
Mekanik: 100%
Kimia: 0%
Kontrol: 20%
|
2
|
5
|
0
|
0
|
-
Mekanik: medium
kering, tidak ditumbuhi jamur
-
Kimiawi: medium
kering, tidak ditumbuhi jamur
-
Kontrol: medium
kering, tidak ditumbuhi jamur
|
Mekanik: 100%
Kimia: 0%
Kontrol: 0%
|
3
|
5
|
0
|
1
|
- Mekanik: medium dan radikula kering,
tidak ditumbuhi jamur
- Kimiawi: medium kering, ditumbuhi jamur
- Kontrol: medium kering, tidak ditumbuhi
jamur
|
Mekanik: 100%
Kimia: 0%
Kontrol: 20%
|
4
|
0
|
0
|
0
|
-
Mekanik: medium
kering, ditumbuhi jamur
-
Kimiawi: medium kering,
kulit terkelupas
-
Kontrol: medium
kering, tidak terjadi perkecambahan
|
Mekanik: 0%
Kimia: 0%
Kontrol: 0%
|
V.
Pembahasan
Dormansi adalah masa istirahat biji
sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena
adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Dormansi benih berhubungan dengan
usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan
memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Sebelum
menjadi tumbuhan baru, biji mengalami fase berupa suatu proses perkecambahan.
Perkecambahan merupakan suatu proses awal aktifnya suati embrio yang
menyebabkan pecahnya kulit biji dan menghasilkan tanaman baru yang mampu
memenuhi kebutuhan nutrisinya sendiri. Perkecambahan biji adalah kulminasi
dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus
berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses
akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Zat
penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Pematahan
dormansi biji dapat dilakukan secara mekanik, fisik maupun kimiawi. Secara
mekanik yaitu dengan goncangan, perlakuan panas, skarifikasi atau penggoresan,
tumbuhnya fungi di kulit biji. Secara kimia yaitu dengan merendam dengan alkohol,
pelarut lemak lainnya, atau asam pekat, dan tiourea. Secara fisika meliputi
pendinginan awal (Prechilling) dan dengan perlakuan dalam pemberian cahaya.
Pada percobaan yang kami lakukan yaitu dengan perlakuan mekanik dan kimiawi.
Untuk mengetahui pematahan dormansi pada suatu biji,
kami melakukan percobaan tentang pematahan dormansi biji yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan
fisik dan kimiawi. Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah biji asam, asam sulfat
pekat, kertas hisap, air, beaker glass, petridish, kertas ampelas. Untuk
melakukan percobaan tersebut, pertama yaitu dengan menyiapkan sebanyak 15 buah
biji asam. 5 buah biji asam direndam kedalam asam sulfat pekat kemudian dicuci
dengan air. 5 buah biji asam dihilangkan kulit bijinya pada bagian yang tidak
ada lembaganya dengan menggosok menggunakan kertas ampelas, lalu dicuci dengan
air. 5 buah biji dibuat kontrol dengan hanya dicuci dengan air saja. Kemudian
menyusun biji-biji tersebut kedalam petridish yang telah dilapisi kertas hisap
basah atau kapas basah dan ditutup lagi dengan kertas hisap basah atau kapas
basah. Untuk menjaga kelembaban, menyiram dengan air secukupnya setiap hari.
Percobaan dilakukan selama 1 minggu, setelah 1 minggu diperoleh hasil sebagai
berikut;
Hasil yang diperoleh kelompok 1 pada
petridish tanpa perlakuan (kontrol), biji yang berkecambah sebanyak 1 dengan
prosentase sebesar 20%, pada biji yang diamplas, biji yang berkecambah sebanyak
5 dengan prosentase 100% dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4
tidak ada biji yang berkecambah. Sedangkan untuk ciri-ciri fisik pada
perlakuan mekanik: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur, pada perlakuan
kimiawi: medium kering dan ditumbuhi jamur, sedangkan pada perlakuan kontrol:
medium kering dan tidak ditumbuhi jamur.
Kelompok 2 pada petridish tanpa
perlakuan (kontrol), biji yang berkecambah sebanyak 5 dengan prosentase sebesar
100%, pada biji yang diamplas, biji yang berkecambah sebanyak 0 dengan
prosentase 0% dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4 tidak ada biji yang berkecambah.
Sedangkan untuk ciri-ciri fisik pada perlakuan mekanik: medium kering dan tidak
ditumbuhi jamur, pada perlakuan kimiawi: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur,
dan pada perlakuan kontrol: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur.
Kelompok 3 pada petridish tanpa
perlakuan (kontrol), biji yang berkecambah sebanyak 1 dengan prosentase sebesar
20%, pada biji yang diamplas, biji yang berkecambah sebanyak 5 dengan
prosentase 100% dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4 tidak
ada biji yang berkecambah. Sedangkan untuk ciri-ciri fisik, pada perlakuan mekanik:
medium dan radikula kering dan tidak ditumbuhi jamur, pada perlakuan kimiawi:
medium kering dan ditumbuhi jamur, dan pada perlakuan kontrol: medium kering
dan tidak ditumbuhi jamur.
Kelompok 4 pada petridish tanpa
perlakuan (kontrol) tidak ada biji yang berkecambah. pada biji yang diamplas,
tidak ada biji yang berkecambah dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4
juga tidak ada biji yang berkecambah. Sedangkan untuk ciri-ciri fisik,
pada perlakuan mekanik: medium kering dan ditumbuhi jamur, pada perlakuan kimiawi:
medium kering dan kulit terkelupas, dan pada perlakuan kontrol: medium kering
dan tidak terjadi perkecambahan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh,
menunjukkan bahwa kecepatan perkecambahan yang terjadi pada biji asam yang kami
lakukan lebih cepat pada biji yang dengan perlakuan skarifikasi (di amplas)
yang ditunjukkan dengan jumlah biji yang berkecambah memiliki rata-rata yang
lebih tinggi untuk data semua kelompok dibandingkan dengan perendaman H2SO4
dan biji yang tanpa diberi perlakuan (kontrol). Dengan perlakuan skarifikasi tersebut dapat menyebabkan kulit benih yang
keras menjadi rapuh, skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat
mematahkan dormansi pada biji keras karena dapat meningkatkan imbibisi benih.
Skarifikasi dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat
keluar masuknya air dan O2. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses
metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang
dihasilkan akan semakin baik. Berdasarkan
penelitian bahwa dengan skarifikasi kulit biji maka ketebalan dan kerasnya
kulit biji dapat dikurangi. Peresapan larutan zat perangsang pertumbuhan embrio
pada benih yang diskarifikasi menjadi lebih mudah, sehingga daya pertumbuhan
biji meningkat.
Perlakuan
dengan merendam biji kedalam asam sulfat, menunjukkan tidak adanya biji yang
berkecambah. Hal tersebut diduga biji banyak yang mati karena penggunaan zat
asam yang memiliki keasaman yang cukup tinggi. Selain itu pada perlakuan zat
asam pada H2SO4 diduga zat asam masih melekat pada biji sehingga mengganggu proses
perkecambahan. Berdasarkan sumber yang ada, perlakuan perendaman dengan H2SO4 tidak
mempengaruhi panjang hipokotil, panjang radikula dan berat kering kecambah
dikarenakan biji yang mampu berkecambah setelah perlakuan H2SO4 hanya
terpengaruh pada pelunakan kulit benih dan tidak sampai ke embrio, sehingga
embrio tetap dapat tumbuh. Tetapi apabila perlakuan H2SO4 sampai pada
embrio benih, maka embrio tidak akan mengalami pertumbuhan sehingga tidak
sampai terjadi perkecambahan.
Pada
biji tanpa perlakuan atau kontrol ada beberapa biji yang berkecambah dan ada
beberapa biji yang kulitnya mengalami peretakan, tetapi hanya sedikit. Hal ini
menunjukkan adanya perkembangan dalam proses pematahan masa dormansi biji
tersebut. Peretakan pada kulit biji membantu proses perkecambahan dengan adanya
penyerapan air yang masuk kedalam biji tersebut. Lambatnya perkecambahan biji
asam tersebut diduga karena kulit bijinya keras. Lapisan kulit yang keras
menghambat penyerapan air dan gas kedalam biji sehingga proses perkecambahan
tidak terjadi. Selain itu, kulit benih juga penghalang munculnya kecambah pada
proses perkecambahan. Menurut Sutopo (2002), penyerapan air oleh benih
dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan dalam
jumlah air yang tersedia pada media disekitarnya, sedangkan jumlah air yang
diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan
air turut dipengaruhi oleh suhu.
Semua
tumbuhan membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkecambahan. Begitu juga
dengan biji suatu tanaman. Dalam perkecambahan, biji membutuhkan air untuk
melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm.
Selanjutnya embrio dan endosperm akan membengkak sehingga mendesak kulit biji
yang sudah lunak sampai pecah. Air akan memberikan kemudahan masuknya oksigen
kedalam biji.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dormansi biji:
1. Faktor eksternal
a. Cahaya
b. Suhu
c. Kurangnya
air
2. Faktor internal
a. Kulit
Biji
b. Kematangan
embrio
c. Adanya
Inhibitor (penghambat)
d. Rendahnya
zat perangsang tumbuh
Syarat
perkecambahan biji antara lain :
a. Tersedianya Air
Bagian
biji yang mengatur masuknya air yaitu kulit dengan cara imbibisi (perembesan)
dan mikro raphae hilum dengan cara difusi (perpindahan substansi karena
perbedaan konsentrasi) dari kadar air tinggi ke rendah/konsentrasi larutan
rendah ke tinggi. Faktor yang mempengaruhi penyerapan air : permeabilitas
kulit/membran biji dan konsentrasi air. Karena air masuk secara difusi, maka
konsentrasi larutan diluar biji harus tidak lebih pekat dari di dalam biji.
b. Suhu air : suhu air tinggi energi
meningkat, difusi air meningkat sehingga kecepatan penyerapan tinggi
c. Tekanan hidrostatik : berbanding
terbalik dengan kecepatan penyerapan air. Kerika volume air dalam membran
biji telah sampai pada batas tertentu akan timbul tekanan hidrostatik
yang mendorong keluar biji sehingga kecepatan penyerapan air menurun
d. Luas permukaan biji yang kontak
dengan air : berhubungan dengan kedalaman penanaman biji dan berbanding lurus
dengan kecepatan penyerapan air
e. Daya intermolekuler : merupakan
tenaga listrik pada molekul-molekul tanah atau media tumbuh. Makin rapat
molekulnya, makin sulit air diserap oleh biji.Berbanding terbalik dengan
kecepatan penyerapan air.
f. Spesies dan Varietas : berhubungan
dengan faktor genetik yang menentukan susunan kulit biji
g. Tingkat kemasakan : berhubungan
dengan kandungan air dalam biji, biji makin masak, kandungan air berkurang,
kecepatan penyerapan air meningkat
h. Komposisi Kimia : biji tersusun atas
karbohidrat, protein, lemak. Kecepatan penyerapan air:
protein>karbohidrat>lemak
i. Umur : berhubungan dengan lama
penyimpanan makin lama disimpan, makin sulit menyerap air.
VI.
Penutup
6.1 Kesimpulan
Dormansi adalah masa
istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang
disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Pematahan
dormansi biji dapat dilakukan secara mekanik, fisik maupun kimiawi. Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, menunjukkan bahwa
perlakuan dengan cara mekanik (skarifikasi) lebih cepat mengalami dormansi dari
pada dengan perlakuan secara kimiawi maupun biji tanpa kontrol. Faktor-faktor yang
mempengaruhi dormansi biji: Faktor eksternal meliputi cahaya, suhu dan kurangnya air. Faktor internal meliputi kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor (penghambat) dan
rendahnya zat perangsang tumbuh.
6.2 Saran
Sebaiknya
pada saat mencuci dengan air diusahakan lebih bersih sehingga zat asam tidak
tertinggal pada biji.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Haryuni dan Harjanto.
2007. Pengaruh Skarifikasi Sistem
Oven Terhadap
Perkecambahan dan
Pertumbuhan Awal Benih
Tanaman Jati (Tectona
grandis L.F). ISSN: 0854-2813 VOL. 7 NO. 1 JANUARI 2007.
Juhanda, Yayuk Nurmiaty dan Ermawati . 2013. Pengaruh Skarifikasi pada
Pola Imbibisi dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.).
Jurnal Agrotek Tropika. ISSN
2337-4993 Vol. 1, No. 1: 45 –
49, Januari 2013. Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
Kamil, J., 1984. Teknologi
Benih. Bandung: Angkasa Raya.
Lakitan, Benyamin. 2000. Dasar-dasar Fisiologi
Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Salisbury dan
Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB.
Sastamidharja, Dardjat dan Arbayah
Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar