Kamis, 21 Mei 2015

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN : PEMATAHAN DORMANSI BIJI



Description: Description: UNEJ

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
PEMATAHAN DORMANSI BIJI












 













Oleh:
Zakyah
120210153086
A-International

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

I.                Judul
Pematahan dormansi biji

II.             Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi

III.           Dasar Teori
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji (Salisbury, 1995). Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Tipe dormansi biji antara lain (Salisbury, 1995) :
1.     Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan structural terhadap perkedcambahan. seperti kulit biji ynag keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman
2.     Dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh bebrapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor dalam sepert immaturity atau ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya

 
            Menurut Sutopo (2002), benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut.
Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengarendatasi hambatan. Dormansi  pada benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2002).
            Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih) adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi permeabel melalui penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya. Kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Juhanda, 2013).
            Pemecahan dormansi dan penciptaan lingkungan yang cocok sangat perlu untuk memenuhi proses perkecambahan. Benih yang mempunyai kulit biji tidak permeable dapat dirangsang dengan mengubah kulit biji untuk membuat permeable terhadap gas–gas dan air. Perkecambahan benih dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor dari dalam (faktor genetic) berupa tingkat pemasakan benih dan kulit benih dari luar (faktor lingkungan) yaitu pengaruh suhu, cahaya, air dan media tumbuh (Haryuni, 2007).
            Selama perkecambahan terlihat adanya berbagai proses: (1) imbibisi air, (2) hidrasi organel subseluler, (3) perubahan-perubahan organisasi subseluler dari embrio dan endosperm atau ketik dan, (4) perubahan aktivitas fitokroma, (5) pengaktifan auxin, (6) sintesis enzim denova, (7) persediaan bahan makanan, (8) translokasi molekul-molekul organik terlarut ke embrio, (9) sintesis protein dan penyusunan sel lainnya, (10) kenaikan pengambilan oksigen dan aktifitas respirasi, (11) pembesaran sel, (12) pembelahan sel, (13) sintesis dan pengaktifan zat-zat tumbuh, (14) differensiasi sel, (15) redistribusi metabolit dalam embrio, (16) perubahan tingkat oksigen dan karbon dioksida (Haryuni, 2007).
Pematahan dormansi
Secara mekanik
o   Dengan goncangan, kulit biji yang keras menghalangi penyerapan oksigen dan air. Kulit biji yang keras itu biasanya terdapat pada anggota family Fabaceae (Leguminosae) pengecualian untuk buncis dan kapri.
o   Diberi perlakuan panas, sumpal strofiolar yang terdapat pada biji dapat lepas jika diberi panas.
o   Skarifikasi atau penggoresan, biasanya menggunakan pisau, kikir atau kertas amplas. Di alam goresan tersebut mungkin terjadi akibat kerja mikroba, ketika biji melewati alat pencernaan pada burung atau hewan lain, biji terpajan pada suhu yang berubah-ubah, atau terbawa air melintasi pasir atau cadas.
o   Tumbuhnya fungi di kulit biji, merekahkan kulit itu sehingga perkecambahan dapat berlangsung.
Secara kimia
o   Merendam dengan alcohol, pelarut lemak lainnya, atau asam pekat, bertujuan untuk menghilangkan bahan berlilin yang menghalangi masuknya air.
o   Tiourea, nitrat dan nitrit sebagai pemacu perkecambahan terutama biji spesies rerumputan.
Secara fisika
o   Pendinginan awal (Prechilling), selama pendinginan awal, embrio beberapa spesies tumbuh sangat cepat. Perlakuan pendinginan sebelum perkecambahan yang diperlukan oleh biji-bijian untuk mnghilangkan dormansinya disebut stratifikasi. Selama stratifikasi, beberapa perubahan terjadi terhadap hormon-hormon. ABA yang mula-mula sangat tinggi akan menurun dengan cepat, sedangkan sitokinin akan meningkat dan kemudian menurun kembali apabila giberelin meningkat. Pada saat perkecambahan, semua hormon turun pada kadar yang rendah.
o   Cahaya, jumlah klorofil yang terdapat pada embrio saat biji masak sangat penting untuk menentukan apakah biji spesies tertentu akan bersifat fotodorman (membutuhkan cahaya untuk perkecambahannya) atau tidak. Bila biji yang perkecambahannya terpacu oleh cahaya terkena cahaya maka akan berkecambah dan mampu berfotosintesis. Bagi biji yang perkecambahannya terhambat oleh cahaya, perkecambahannya itu tak akan terjadi sampai biji tertutup seluruhnya oleh sampah, yaitu saat mendapatkan air yang cukup untuk tumbuh (Sasmitamihardja, 1996).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dormansi biji
1. Faktor eksternal
a. Cahaya
Cahaya mempengaruhi dormansi dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari). Jika dari segi kuantitas cahaya, dormansi ini terjadi karena pengaruh dari intensitas cahaya yang diberikan kepada biji. Dari segi kualitas cahaya dormansi disebabkan oleh panjang gelombang tertentu. Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan). Jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif), yaitu:
a. P650 : mengabsorbir di daerah merah
b. P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan dan terjadi dormansi (Dwidjoseputro, 1985).
b.     Suhu
Perlakuan suhu rendah pada waktu sebelum  memasuki musim dingin pada daerah beriklim sedang dapat menyebabkan peningkatan dormansi, misalnya pada tanaman aprikot (Prunus armeniaca). Kondisi udara yang lebih hangat pada musim gugur dapat menunda dormansi, tetapi tidak menghentikan terjadinya dormansi tunas pada tanaman buah-buahan di daerah beriklim sedang. Perlakuan suhu rendah untuk memecahkan dormansi pada tunas akan lebih efektif jika setelah dormansi dipecahkan segera diikuti dengan perlakuan suhu yang optimal untuk memacu pertumbuhan.
c.      Kurangnya air
Proses penyerapan air oleh benih terhadap perbedaan potensi air yang sangat nyata antara sel-sel yang telah menyerap air dengan sel-sel yang belum menyerap air. Terdapat batas-batas tegas antara bagian benih yang telah meningkat kadar airnya dengan bagian yang belum terpengaruh kadar airnya. Sel-sel yang telah menyerap air akan membesar, ukuran benih meningkat dua kali lipat setelah proses imbibisi berlangsung (Lakitan, 2000).
2. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh benih itu sendiri seperti:
1. Kulit Biji
Kulit biji dapat berperan sebagai penghambat untuk terjadinya perkecambahan, sehingga biji tersebut digolongkan sebagai biji tersebut digolongkan sebagai biji yang berada dalam keadaan dorman. Hambatan kulit biji tersebut mungkin disebabkan karena :
ü  Kulit biji mengandung senyawa penghambat tumbuh
ü  Kulit menghambat difusi oksigen dan/atau air masuk ke dalam biji
ü  Kulit biji memiliki resistensi mekanis yang besar radikel tidak mampu untuk tumbuh menembusnya.
2. Kematangan embrio
Terjadinya dormansi disebabkan oleh belum matangnya atau belum sempurnanya pembentukan embrio. Pada saat terjadi absisi atau gugurnya buah dari daun, biji belum menyelesaikan perkembangannya. Sehingga biji terdiferensiasi sempurna, sehingga biji membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkecambah karena mempersiapkan kebutuhannya. Dalam hal ini, berarti biji melakukan penundaan untuk tidak berkecambah dan melakukan dorman.
3. Adanya Inhibitor (penghambat)
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
4. Rendahnya zat perangsang tumbuh
Walaupun terdapat banyak jenis senyawa yang dapat berperan menghambat (Kamil, 1984).
             


IV.           Metode Penelitian
4.1  Alat
-        Beaker glass
-        Petridish
-        Kertas ampelas

4.2  Bahan
-        Biji asam atau biji lain yang berkulit keras
-        Asam sulfat pekat
-        Kertas hisap
-        Air

4.3  Cara kerja










Rounded Rectangle: Memilih 15 biji asam





Rounded Rectangle: Merendam sepuluh biji asam kedalam asam sulfat pekat selama 15 menit kemudian mencuci dengan air





Rounded Rectangle: Menghilangkan kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan cara menggosok menggunakan ampelas (sebanyak 5 biji), kemudian bilas dengan air





Rounded Rectangle: Menyusun biji didalam petridish yang telah dilapisi kertas hisap basah, dan menutup dengan kertas hisap basah lagi diatasnya





Rounded Rectangle: Mengamati proses terbentuknya akar pada bagian hipokotil yang mencapat perlakuan IAA





Rounded Rectangle: Untuk menjaga kelembaban, menyiram dengan air secukupnya setiap hari





Rounded Rectangle: Sebagai kontrol, lakukan perkecambahan terhadap 5 biji asam tanpa perlakuan





Rounded Rectangle: Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan sesuai jumlah kelompok






Rounded Rectangle: Menganalisis hasil data pengamatan dengan software SPSS
 


































Petunjuk
Prosentase = Jumlah benih yang berkecambah x 100%
                        Jumlah benih keseluruhan






V.      HASIL PENGAMATAN
Kelompok
Perlakuan
Keterangan
Prosentase
Mekanik
Kimia (H2SO4)
Kontrol
1
5
0
1
-       Mekanik: medium kering, tidak ditumbuhi jamur
-       Kimiawi: medium kering, ditumbuhi jamur
-       Kontrol: medium kering, tidak ditumbuhi jamur
Mekanik: 100%
Kimia: 0%
Kontrol: 20%

2
5
0
0
-       Mekanik: medium kering, tidak ditumbuhi jamur
-       Kimiawi: medium kering, tidak ditumbuhi jamur
-       Kontrol: medium kering, tidak ditumbuhi jamur
Mekanik: 100%
Kimia: 0%
Kontrol: 0%

3
5
0
1
-       Mekanik: medium dan radikula kering, tidak ditumbuhi jamur
-       Kimiawi: medium kering, ditumbuhi jamur
-       Kontrol: medium kering, tidak ditumbuhi jamur
Mekanik: 100%
Kimia: 0%
Kontrol: 20%

4
0
0
0
-       Mekanik: medium kering, ditumbuhi jamur
-       Kimiawi: medium kering, kulit terkelupas
-       Kontrol: medium kering, tidak terjadi perkecambahan
Mekanik: 0%
Kimia: 0%
Kontrol: 0%


V.              Pembahasan
            Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Sebelum menjadi tumbuhan baru, biji mengalami fase berupa suatu proses perkecambahan. Perkecambahan merupakan suatu proses awal aktifnya suati embrio yang menyebabkan pecahnya kulit biji dan menghasilkan tanaman baru yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya sendiri. Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
            Pematahan dormansi biji dapat dilakukan secara mekanik, fisik maupun kimiawi. Secara mekanik yaitu dengan goncangan, perlakuan panas, skarifikasi atau penggoresan, tumbuhnya fungi di kulit biji. Secara kimia yaitu dengan merendam dengan alkohol, pelarut lemak lainnya, atau asam pekat, dan tiourea. Secara fisika meliputi pendinginan awal (Prechilling) dan dengan perlakuan dalam pemberian cahaya. Pada percobaan yang kami lakukan yaitu dengan perlakuan mekanik dan kimiawi.
            Untuk mengetahui pematahan dormansi pada suatu biji, kami melakukan percobaan tentang pematahan dormansi biji yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah biji asam, asam sulfat pekat, kertas hisap, air, beaker glass, petridish, kertas ampelas. Untuk melakukan percobaan tersebut, pertama yaitu dengan menyiapkan sebanyak 15 buah biji asam. 5 buah biji asam direndam kedalam asam sulfat pekat kemudian dicuci dengan air. 5 buah biji asam dihilangkan kulit bijinya pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan menggosok menggunakan kertas ampelas, lalu dicuci dengan air. 5 buah biji dibuat kontrol dengan hanya dicuci dengan air saja. Kemudian menyusun biji-biji tersebut kedalam petridish yang telah dilapisi kertas hisap basah atau kapas basah dan ditutup lagi dengan kertas hisap basah atau kapas basah. Untuk menjaga kelembaban, menyiram dengan air secukupnya setiap hari. Percobaan dilakukan selama 1 minggu, setelah 1 minggu diperoleh hasil sebagai berikut;
            Hasil yang diperoleh kelompok 1 pada petridish tanpa perlakuan (kontrol), biji yang berkecambah sebanyak 1 dengan prosentase sebesar 20%, pada biji yang diamplas, biji yang berkecambah sebanyak 5 dengan prosentase 100% dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4 tidak ada biji yang berkecambah. Sedangkan untuk ciri-ciri fisik pada perlakuan mekanik: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur, pada perlakuan kimiawi: medium kering dan ditumbuhi jamur, sedangkan pada perlakuan kontrol: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur.
            Kelompok 2 pada petridish tanpa perlakuan (kontrol), biji yang berkecambah sebanyak 5 dengan prosentase sebesar 100%, pada biji yang diamplas, biji yang berkecambah sebanyak 0 dengan prosentase 0% dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4  tidak ada biji yang berkecambah. Sedangkan untuk ciri-ciri fisik pada perlakuan mekanik: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur, pada perlakuan kimiawi: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur, dan pada perlakuan kontrol: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur.
            Kelompok 3 pada petridish tanpa perlakuan (kontrol), biji yang berkecambah sebanyak 1 dengan prosentase sebesar 20%, pada biji yang diamplas, biji yang berkecambah sebanyak 5 dengan prosentase 100% dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4 tidak ada biji yang berkecambah. Sedangkan untuk ciri-ciri fisik, pada perlakuan mekanik: medium dan radikula kering dan tidak ditumbuhi jamur, pada perlakuan kimiawi: medium kering dan ditumbuhi jamur, dan pada perlakuan kontrol: medium kering dan tidak ditumbuhi jamur.
            Kelompok 4 pada petridish tanpa perlakuan (kontrol) tidak ada biji yang berkecambah. pada biji yang diamplas, tidak ada biji yang berkecambah dan biji yang direndam dengan larutan H2SO4 juga tidak ada biji yang berkecambah. Sedangkan untuk ciri-ciri fisik, pada perlakuan mekanik: medium kering dan ditumbuhi jamur, pada perlakuan kimiawi: medium kering dan kulit terkelupas, dan pada perlakuan kontrol: medium kering dan tidak terjadi perkecambahan.
            Berdasarkan hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa kecepatan perkecambahan yang terjadi pada biji asam yang kami lakukan lebih cepat pada biji yang dengan perlakuan skarifikasi (di amplas) yang ditunjukkan dengan jumlah biji yang berkecambah memiliki rata-rata yang lebih tinggi untuk data semua kelompok dibandingkan dengan perendaman H2SO4 dan biji yang tanpa diberi perlakuan (kontrol). Dengan perlakuan skarifikasi tersebut dapat menyebabkan kulit benih yang keras menjadi rapuh, skarifikasi merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada biji keras karena dapat meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan O2. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik. Berdasarkan penelitian bahwa dengan skarifikasi kulit biji maka ketebalan dan kerasnya kulit biji dapat dikurangi. Peresapan larutan zat perangsang pertumbuhan embrio pada benih yang diskarifikasi menjadi lebih mudah, sehingga daya pertumbuhan biji meningkat.
            Perlakuan dengan merendam biji kedalam asam sulfat, menunjukkan tidak adanya biji yang berkecambah. Hal tersebut diduga biji banyak yang mati karena penggunaan zat asam yang memiliki keasaman yang cukup tinggi. Selain itu pada perlakuan zat asam pada H2SO4 diduga zat asam masih melekat pada biji sehingga mengganggu proses perkecambahan. Berdasarkan sumber yang ada, perlakuan perendaman dengan H2SO4 tidak mempengaruhi panjang hipokotil, panjang radikula dan berat kering kecambah dikarenakan biji yang mampu berkecambah setelah perlakuan H2SO4 hanya terpengaruh pada pelunakan kulit benih dan tidak sampai ke embrio, sehingga embrio tetap dapat tumbuh. Tetapi apabila perlakuan H2SO4 sampai pada embrio benih, maka embrio tidak akan mengalami pertumbuhan sehingga tidak sampai terjadi perkecambahan.
            Pada biji tanpa perlakuan atau kontrol ada beberapa biji yang berkecambah dan ada beberapa biji yang kulitnya mengalami peretakan, tetapi hanya sedikit. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan dalam proses pematahan masa dormansi biji tersebut. Peretakan pada kulit biji membantu proses perkecambahan dengan adanya penyerapan air yang masuk kedalam biji tersebut. Lambatnya perkecambahan biji asam tersebut diduga karena kulit bijinya keras. Lapisan kulit yang keras menghambat penyerapan air dan gas kedalam biji sehingga proses perkecambahan tidak terjadi. Selain itu, kulit benih juga penghalang munculnya kecambah pada proses perkecambahan. Menurut Sutopo (2002), penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan dalam jumlah air yang tersedia pada media disekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu.
            Semua tumbuhan membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkecambahan. Begitu juga dengan biji suatu tanaman. Dalam perkecambahan, biji membutuhkan air untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm. Selanjutnya embrio dan endosperm akan membengkak sehingga mendesak kulit biji yang sudah lunak sampai pecah. Air akan memberikan kemudahan masuknya oksigen kedalam biji.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi dormansi biji:
1. Faktor eksternal
a.      Cahaya
b.     Suhu
c.      Kurangnya air
2. Faktor internal
a.      Kulit Biji
b.     Kematangan embrio
c.      Adanya Inhibitor (penghambat)
d.     Rendahnya zat perangsang tumbuh
            Syarat perkecambahan biji antara lain :
a.      Tersedianya Air
Bagian biji yang mengatur masuknya air yaitu kulit dengan cara imbibisi (perembesan) dan mikro raphae hilum dengan cara difusi (perpindahan substansi karena perbedaan konsentrasi) dari kadar air tinggi ke rendah/konsentrasi larutan rendah ke tinggi. Faktor yang mempengaruhi penyerapan air : permeabilitas kulit/membran biji dan konsentrasi air. Karena air masuk secara difusi, maka konsentrasi larutan diluar biji harus tidak lebih pekat dari di dalam biji.
b.     Suhu air : suhu air tinggi energi meningkat, difusi air meningkat sehingga kecepatan penyerapan tinggi
c.      Tekanan hidrostatik : berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air.  Kerika volume air dalam membran biji telah sampai pada batas tertentu akan timbul tekanan  hidrostatik yang mendorong keluar biji sehingga kecepatan penyerapan air menurun
d.     Luas permukaan biji yang kontak dengan air : berhubungan dengan kedalaman penanaman biji dan berbanding lurus      dengan kecepatan penyerapan air
e.      Daya intermolekuler : merupakan tenaga listrik pada molekul-molekul tanah atau media tumbuh. Makin rapat molekulnya, makin sulit air diserap oleh biji.Berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air.
f.      Spesies dan Varietas : berhubungan dengan faktor genetik yang menentukan susunan kulit biji
g.     Tingkat kemasakan : berhubungan dengan kandungan air dalam biji, biji makin masak, kandungan air berkurang, kecepatan penyerapan air meningkat
h.     Komposisi Kimia : biji tersusun atas karbohidrat, protein, lemak. Kecepatan penyerapan air: protein>karbohidrat>lemak
i.       Umur : berhubungan dengan lama penyimpanan makin lama disimpan, makin sulit menyerap air.



VI.           Penutup
6.1  Kesimpulan
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Pematahan dormansi biji dapat dilakukan secara mekanik, fisik maupun kimiawi. Berdasarkan percobaan yang kami lakukan, menunjukkan bahwa perlakuan dengan cara mekanik (skarifikasi) lebih cepat mengalami dormansi dari pada dengan perlakuan secara kimiawi maupun biji tanpa kontrol. Faktor-faktor yang mempengaruhi dormansi biji: Faktor eksternal meliputi cahaya, suhu dan kurangnya air. Faktor internal meliputi kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor (penghambat) dan rendahnya zat perangsang tumbuh.

6.2  Saran
Sebaiknya pada saat mencuci dengan air diusahakan lebih bersih sehingga zat asam tidak tertinggal pada biji.


DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Haryuni dan Harjanto. 2007. Pengaruh Skarifikasi Sistem Oven Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Benih Tanaman Jati (Tectona grandis L.F). ISSN: 0854-2813 VOL. 7 NO. 1 JANUARI 2007.

Juhanda, Yayuk Nurmiaty dan Ermawati . 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.). Jurnal Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Vol. 1, No. 1: 45 – 49, Januari 2013. Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Kamil, J., 1984. Teknologi Benih. Bandung: Angkasa Raya.

Lakitan, Benyamin. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB.

Sastamidharja, Dardjat dan Arbayah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih  Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar