LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
DIFUSI
DAN OSMOSIS
Oleh:
Zakyah
120210153086
A-International
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2014
I.
Judul
Difusi dan Osmosis
II.
Tujuan
A.
Permeabilitas Membran Sel: Pengaruh Suhu
dan Pelarut
Mengamati perlakuan fisik
(suhu) dan kimia (jenis pelarut) terhadap permeabilitas membran sel
B.
Plasmolisis
Untuk mengetahui pengaruh
larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan
III.
Tinjauan
Pustaka
Sitoplasma sel dikelilingi oleh
membran plasma, dan struktur subselulernya seperti inti sel, lisosom dan
mitokondria diselubungi oleh membran. Membran mengandung lipid, protein, dan
sedikit karbohidrat. Membran terhadap sebagai lapisan ganda
fosfolipid yang tertutup sehingga memisahkan sel dari lingkungannya, atau
memisahkan bagian-bagian sel yang berbeda, sehingga aktivitas-aktivitas
tertentu dapat berlangsung secara terpisah. Jadi membran adalah suatu pelinding
fisik, yang mempunyai permeabilitas selektif yang sesuai, dimana ruang yang
diselubunginya tersebut dapat memperoleh zat-zat yang berguna dan mengeluarkan
zat-zat yang berbahaya, dan untuk membantu pengeluaran senyawa-senyawa
tertentu. membran juga menyediakan suatu lingkungan dimana reaksi-reaksi kimia
yang telah memerlukan kondisi berair dapat berlangsung di dalamnya (Kuchel,
2006).
Sel
tumbuhan dibatasi oleh dua lapis pembatas yang sangat berbeda komposisi dan
strukturnya. Lapisan terluar adalah dinding
sel yang tersusun atas selulosa, lignin, dan polisakarida lain. Dinding sel
memberikan kekakuan dan memberi bentuk sel tumbuhan. Pada beberapa bagian,
dinding sel tumbuhan terdapat lubang yang berfungsi sebagai saluran antara satu
sel dengan sel yang lainnya. Lubang ini disebut plasmodesmata, berdiameter
sekitar 60 nm, sehingga dapat dilalui oleh molekul dengan berat molekul sekitar
1000 dalton (Tim dosen, 2014).
Protoplasts isolated from the cells
of higher plants provide a Novel system for studying the mechanism of ion
transport. The Removal of the cell wall eliminates the confounding effects of
ion Exchange properties of the cell wall on ion adsorption and allows Direct access
to the plasmalemma. In addition the methods used In studying ion transport become
simplified because the protoplasts Can be treated as single cells instead of as
complex tissues. An important assumption that has some support, is That enzymic
removal of the cell wall does not significantly alter The transport properties
of the protoplast (Briskin, 1979).
Lapisan
sel selanjutnya adalah membran sel. Lipid (fosfolipid) dan protein merupakan
komponen utama dari membran sel walaupun karbohidrat juga merupakan komponen
penting. Fluid mosaic model menjelaskan
bahwa membran sel berbentuk cairan dan memiliki mosaik protein yang bervariasi
dan menyisip atau menempel pada lapisan ganda (bilayer) fosfolipid. Membran
bukan merupakan lembaran statis dari molekul-molekul yang terkunci secara erat
pada suatu tempat. Keutuhan sebuah membran dipertahankan oleh adanya interaksi
hidrofobik (lebih lemah dari ikatan kovalen). Sebagian besar lipid dan beberapa
jenis protein dalam membran dapat berpindah secara lateral. Perpindahan secara
lateral dari fosfolipid dalam membran terjadi dengan sangat cepat. Fosfolipid
berpindah posisi selama 107 kali per detik (berarti dapat berpindah sekitar 2
um, seperti panjang bakteria, 32 dalam 1 detik). Protein membran berbentuk
lebih besar dari pada lipid sehingga bergerak lebih lambat dan sebagian besar
protein membran adalah imobile (Campbell, 2005).
The use of the "halftime" to
describe the dynamics of diffusion between an individual cell and a large body
of solution in which it is placed seems to have originated with Collander and Birlund.
The concept depends on the primary resistance to diffusion residing in the membrane
or wall enclosing the cell. It is simply shown that, if such a cell is suddenly
immersed in the solution, the concentration of solute inside the cell (Philip,
1958).
Osmosis
merupakan fenomena pencapaian kesetimbangan antara dua larutan yang memiliki
perbedaan konsentrasi zat terlarut, dimana kedua larutan ini berada pada satu
bejana dan dipisahkan oleh lapisan semipermeabel. Kesetimbangan terjadi akibat
perpindahan pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah
ke larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi. Saat kesetimbangan
konsentrasi dicapai maka terdapat perbedaan tinggi larutan yang dapat
didefinisikan sebagai tekanan osmosis seperti yang terlihat pada Gambar 1
Gambar 1 (Ariyanti, 2011)
Tekanan
osmosis cairan dapat ditentukan dengan cara mencari suatu larutan yang
mempunyai teksanan osmosis sama dengan cairan tersebut. Dalam cara ini kita
dapat mengambil patokan pada terjadinya peristiwa plasmolisis sel. Dalam keadan
insipien plasmolisis tekanan osmosis cairan sel adalah sama dengan tekanan
osmosis larutan dalam massa jaringan sel tersebut direndam. Plasmolisis dapat
dilihat dibawah mikroskop sebagai suatu percobaan.
Potensial
osmotik ( solut ) sangat terkait dengan adannya tekanan osmosis. Hakikatnya tekanan osmosis merupakan
suatu proses tekanan yang menyebabkan difusi. Difusi adalah peristiwa mengalirnya/
berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian yang berkonsentrasi tinggi
kebagian yang berkonsentrasi rendah. Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua
larutan disebut gradien konsentrasi. Sedangkan osmosis juga merupakan difusi dari tiap pelarut
melalui suatu selaput yang permeabel secara difertensial. Membran sel yang
meloloskan molekul tertentu, tetapi menghalangi molekul lain dikatakan
permeabel secara diferensial.
Osmosis merupakan suatu
fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dengan meningkatkan tekanan
pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi
yang lebih encer. Gaya per unit luas
yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran permeabel
selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding
dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang
berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan
pada sifat zat terlarut itu sendiri (Salisbury dkk, 1995).
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi dan osmosis, yaitu (Dwidjoseputro, 1984) :
a.
Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran
partikel zal yang berosmosis, semakin cepat partikel itu akan bergerak,
sehingga kecepatan osmosis semakin tinggi dan sebaliknya.
b.
Ketebalan membran sel. Masing-masing
membran sel memiliki kebelana yang berbeda-beda tergantung dari banyaknya
penyusun yang terkandung didalam membran sel. Semakin tebal suatu membran sel,
semakin lambat kecepatan osmosis, dan sebaliknya.
c.
Luas suatu area. Semakin besar luas
area, semakin cepat kecepatan difusinya karena semakin luas suatu area osmosis,
menyebabkan penyebaran partikel juga semakin luas yang mengakibatkan proses
difusi lebih cepat berlangsung.
d.
Jarak. Semakin jauh jarak antara dua
konsentrasi yang akan melakukan difusi, maka semakin lambat kecepatan
difusinya.
e. Suhu.
Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak dengan lebih
cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.
Proses
fisika difusi (dengan osmosis sebagai bagian khususnya) memainkan peranan
sangat penting pada fisiologi tumbuhan, sehingga pengertian yang jelas mengenai
proses ini perlu sekali dimiliki, tetapi agar mudah dimengerti, beberapa sifat
umum materi harus diperhatikan lebih dahulu. Telah diketahui benar bahwa semua zat,
baik unsur maupun senyawa, pada hakikatnya tersusun atas partikel-partikel
kecil. Partikel-partikel ini memiliki dua sifat umum yang penting, yaitu :
1. Kemampuan untuk bergerak bebas
2. Kecenderungan bagi partikel yang sama untuk
tarik-menarik
Kedua
sifat ini sangat bertentangan. Kemampuan untuk bergerak bebas cenderung untuk
memisahkan partikel penyusun suatu zat, sedangkan gaya tarik-menarik cenderung
untuk mempersatukan partikel-partikel itu. Efek pengaruh-mempengaruhi antara
kecenderungan yang bertentangan itu (misalnya, apakah kecenderungan bagi
gerakan bebas lebih besar dari pada gaya tarik, atau sebaliknya) menentukan
keadaan fisik suatu zat. Sebagai perkiraan dapat dikatakan bahwa jika
kecenderungan untuk gerakan bebas lebih unggul, zat itu akan berada dalam
bentuk gas; jika kecenderungan untuk gaya tarik lebih unggul, zat itu akan
berada dalam bentuk padat, sedangkan jika kedua kecenderungan itu kira-kira
sama kuat, zat itu akan berada dalam bentuk cair.
Ada
dua faktor penting yang menentukan apakah suatu zat tertentu berkelakuan
sebagai zat padat, zat cair, atau gas:
1. Mobilitas dasar suatu
zat (misalnya partikel oksigen sangat mobil, sedangkan besi saling terikat
kuat-kuat)
2. Suhu zat itu (mialnya
penggunaan panas dapat mengubah zat cair menjadi gas dengan meningkatkan
kemampuan gerakan bebas partikel zat itu).
IV.
Metode
Penelitian
4.1 Alat dan Bahan
Alat
A. Permeabilitas membran sel
-
Pelubang gabus berdiameter 0,5 cm
-
Bunsen/pemanas listrik
-
Tabung reaksi bertutup ulir (10 buah;
diameter 2,5 cm)
-
Gelas kimia atau wadah tahan panas
B. Plasmolisis
-
Mikroskop
-
Object glass
-
Cover glass
-
Pipet tetes
-
Pisau silet
Bahan
A. Permeabilitas membran sel
-
Umbi kunyit/bit gula
-
Metanol
-
Aseton
-
Akuades
B. Plasmolisis
-
Umbi bawang merah (Alium cepa) atau Rhoeo discolor
-
Larutan gula
-
Larutan grafis
-
Akuades
4.2 Cara kerja
A. Permeabilitas Membran Sel
Perlakuan
Fisik (Suhu)
Perlakuan
dengan Pelarut Organik
Kontrol
Analisis
B. Plasmolisis
4.3
Hasil Pengamatan
A. Permeabilitas Membran Sel
Perlakuan
|
Warna Larutan
|
|
Fisik (Suhu)
|
400C
|
Kuning
Cukup/Sedang
|
500C
|
Kuning
Cukup/Sedang
|
|
700C
|
Kuning
Cukup/Sedang
|
|
Pelarut
Organik
|
Metanol
|
Orange
Jernih
|
Aceton
|
Orange
Kurang
|
|
Kontrol
|
Akuades
|
Sangat
Kuning
|
B. Plasmolisis
Tanaman
|
Perlakuan
|
|
Bawang Merah
(Allium cepa)
|
Garfis
|
Aquades
|
M: 400x
|
M: 400x
|
|
Garfis
|
Aquades
|
|
M: 400x
|
M: 400x
|
|
Daun Jadam
(Rhoeo discolor)
|
Garfis
|
Aquades
|
M: 100x
|
M: 400x
|
|
Garfis
|
Aquades
|
|
M:
100x
|
M:
400x
|
V.
Pembahasan
Pada
praktikum difusi osmosis ini bertujuan untuk mengamati perlakuan fisik (suhu)
dan kimia (jenis pelarut) terhadap permeabilitas membran sel dan untuk
mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan.
Pada
percobaan pertama yaitu membuat 10 kubus dari umbi kunyit dengan ukuran 1cm x
1cm. Kemudian membuat kontrol dengan cara memasukkan 2 kubus umbi kunyit
tersebut kedalam tabung reaksi yang berisi akuades dengan suhu kamar selama
30-40 menit. Hasil yang diperoleh dari memasukkan kunyit tersebut menghasilkan
warna sangat kuning. Kemudian yaitu percobaan tentang perlakuan fisik terhadap
permeabilitas membras sel. Pada percobaan tersebut dilakukan dengan cara
mencelupkan masing-masing 2 kubus umbi kunyit ke dalam akuades bersuhu 70°C, 50°C,
dan 40°C selama 1 menit. Kemudian,
memindahkan ke dalam 5 ml akuades bersuhu kamar dan membiarkan terendam dalam
keadaan statis selama 1 jam. Dari percobaan tersebut di dapatkan hasil sebagai
berikut untuk perlakuan fisik sebagai berikut; pada suhu 40oC warna
larutan menjadi kuning cukup/sedang, pada suhu 50oC larutan berwarna
kuning cukup/sedang dan pada suhu 70oC larutan juga berwarna kuning
cukup/sedang. Dari hasil pengamatan yang diperoleh, seharusnya pada suhu 70oC
warna yang dihasilkan lebih perkat dari pada suhu 50oC dan 40oC.
Sehingga hasil yang diperoleh dari percobaan tersebut tidak sesuai dengan
teori. Luas permukaan kunyit mempengaruhi terjadinya difusi. Karena semakin
luas permukaan kunyit maka semakin cepat terjadinya difusi. Perlakuan kontrol
hanya digunakan sebagai pembanding, karena tidak mengalami perubahan.
Pengaruh suhu terhadap permeabilitas membran sel yaitu
semakin tinggi suhu maka warna yang dihasilkan semakin pekat, maka permeabilitas membran akan semakin berkurang
karena komponen membran akan mengalami kerusakan yang disebabkan oleh suhu yang
terlalu tinggi artinya, semakin tinggi suhu maka tingkat kerusakan yang dialami
oleh membran sel dengan perlakuan tersebut juga tinggi (banyak pigmen yang
keluar dari sel). Suhu tinggi sangat mempengaruhi protein dan fosfolipid lemak
penyusun membran. Akibatnya, sel mengalami difusi cairan sel ke luar membran
sel. Semakin menurun suhunya maka penyerapan yang teramati semakin rendah. Sehingga,
permeabilitas membrane akan semakin berkurang.
Pada percobaan melalui perlakuan dengan merendam umbi
kunyit kedalam pelarut organik, yaitu larutan metanol, aceton dan akuades
selama 30-40 menit diperoleh hasil sebagai berikut; pada larutan metanol
diperoleh warna orange Jernih, pada aceton diperoleh larutan berwarna Orange
kurang dan pada akuades diperoleh larutan berwarna Sangat kuning. Selanjutnya,
yaitu percobaan dengan perlakuan dengan pelarut organic. Untuk tahap ini
dilakukan dengan cara merendam 2 potong umbi kunyit ke dalam 5 ml methanol
selama 30 - 40 menit, kemudian merendam 2 potong umbi kunyit lainnya ke dalam 5
ml aseton selama 30 – 40 menit. Untuk tahap ke empat (control) dilakukan dengan
memasukkan 2 potong umbi kunyit ke dalam akuades, kemudian mendiamkan dalam
suhu kamar dalam waktu yang sama. Kemudian langkah terakhir yaitu (analisis)
dilakukan diakhir perendaman, semua perlakuan dan control dikocok (tabung). Lalu,
mengamati perbedaan warna pada masing – masing. Kemudian, menulis hasil
pengamatan pada tabel.
Dilihat dari tingkat kepekatan warna seharusnya
methanol memiliki warna yang paling pekat setelah dilakukan perlakuan. Hal ini dikarenakan
methanol memiliki daya serap paling besar, dikarenakan metanol merupakan
senyawa alkohol yang bersifat polar dan mudah berikatan dengan membran sel.
Ikatan ini menyebabkan senyawa organic penyusun membrane sel menjadi
larut (adhesi) terjadi gaya tarik menarik antar molekul yang tidak sejenis
sehingga warna akan menjadi lebih pekat dari yang lain. Pada pelaksanaan
perlakuan pada bahan organic, dan karena senyawa organik memiliki daya
kelarutan yang tinggi pada bahan organik maka pigmen yang ada banyak yang
terlarut. Hal ini akan mempengaruhi permebealitas dari sel, akibat kenaikan nilai
absobrsi sel menyebabkan sel dan pori-pori sel pada dindingnya makin kecil
membrane semi permeabel atau permeable sel aktif yang hanya bisa dilalui
pelarut saja.
Sedangkan pada percobaan dengan menggunakan bahan
kimia, yaitu dengan mengambil lapisan dalam dari umbi bawang merah atau bagian
yang berwarna merah daun Rhoeo discolor dan
kemudian meletakkan pada kaca benda lalu, menetesi dengan larutan glukosa
selama 10-15 menit. Selanjutnya, mengamati di atas mikroskop, dan mencatat
hasil yang diperoleh. Kemudian, larutan glukosa diserap menggunakan tissue
sampai kering. Kemudian menetesi dengan aquades dan membiarkan selama 10-15
menit. Lalu, mengamati di atas mikroskop dan mencatat hasil yang diperoleh. Selanjutnya,
mengambil potongan daun/umbi bawang merah yang baru dan meneliti dengan
menggunakan larutan garfish sebagai pembanding.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh kelompok
kami mengenai plasmolisis dengan bahan yang digunakan kelompok kami ialah
bawang merah. Pertama. menetesi dengan akuades, NaCl dan larutan glukosa dan
diperoleh hasil sebagai berikut; pada saat ditetesi dengan akuades sel menjadi
membengkak, pada saat ditetesi dengan larutan NaCl sel mengkerut dan pada saat
ditetesi dengan larutan glukosa sel menjadi menggembung. Dari hasil yang
diperoleh dari percobaan tersebut bahwa seharusnya ketika sel bawang merah di
tetesi dengan larutan akuades menggembung karena akuades bersifat hipotonik. Karena
air masuk kedalam sel. Hal ini menunjukkan bahwa air dapat melewati membran
semipermeable dari sel tumbuhan. Air dapat masuk dengan cara difusi sederhana
karena konsentrasi medium lebih encer daripada di dalam sel. Selain itu, sel
dapat kembali mengembang (kembali ke bentuk semula) karena aquadest merupakan
larutan yang bersifat hipotonik. Dimana hipotonik merupakan suatu larutan yang
memiliki konsentrasi zat terlarut rendah sehingga ketika sifat ini mengelilingi
sebuah sel, larutan hipotonik ini akan menyebabkan sel dimasuki oleh air.
Ketika sel bawang merah diberi larutan gula, seharusnya sel tersebut mengkerut
karena larutan gula bersifat hipertonik. Hal ini dikarenakan larutan gula yang
digunakan sebagai medium percobaan bersifat hipertonis daripada keadaan di
dalam sel itu sendiri sehingga air keluar dengan mudah mengikuti gradien
konsentrasi. Pada perlakuan ini proses plasmolisis belum terjadi dengan
sempurna karena larutan glukosa tidak terlalu pekat konsentrasinya. Dengan
demikian sel masih bisa bertahan hidup. Dan ketika ditetesi dengan larutan
NaCl, sel bawang merah menjadi tetap atau tidak berubah karena larutan NaCl
bersifat isotonik.
Untuk epidermis daun
Rhoeo discolor dan umbi bawang merah pada dasarnya sama, yaitu pada perlakuan
pemberian larutan glukosa, setelah diamati dibawah mikroskop warna menjadi
lebih pudar dibandingkan pada NaCl, sel mengalami plasmolisis. Sel-selnya
semakin mengkerut dari posisi awal. Hal ini dikarenakan larutan gula yang
digunakan sebagai medium percobaan bersifat hipertonik daripada keadaan di
dalam sel itu sendiri sehingga air keluar dengan mudah mengikuti gradien
konsentrasi. Pada larutan aquadest (larutan yang bersifat hipotonik) tidak
terjadi perubahan warna, sel-selnya menggembung karena air masuk ke dalam sel.
Hal ini menunjukkan bahwa air dapat melewati membran semipermeable dari sel
tumbuhan. Air dapat masuk dengan cara difusi sederhana karena konsentrasi
medium lebih encer daripada di dalam sel. Selain itu, sel dapat kembali
mengembang (kembali ke bentuk semula) karena aquadest merupakan larutan yang
bersifat hipotonik. Dimana hipotonik merupakan suatu larutan yang memiliki
konsentrasi zat terlarut rendah sehingga ketika sifat ini mengelilingi sebuah
sel, larutan hipotonik ini akan menyebabkan sel dimasuki oleh air. Sedangkan
pemberian larutan NaCl menyebabkan warna lebih pudar dibandingkan aquadest, sel
tetap normal. Karena larutan NaCl ini merupakan larutan isotonik.
Jika sel tumbuhan diletakkan dalam larutan garam
terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan
turgor, sehingga menyebabkan terjadinya proses plasmolisis, tekanan terus
berkembang sampai di suatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding
sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran. Ada beberapa
mekanisme didalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan,
tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipertonik.
Dimana plasmolisis adalah proses pengkerutan protoplasma dan diikuti dengan
penarikan sitoplasma dari dinding sel karena gerakan air keluar sel yang
disebabkan oleh osmosis.
VI.
Penutup
6.1 Kesimpulan
-
Semakin tinggi suhu maka permeabilitas
membran sel semakin berkurang karena komponen mebran akan mengalami kerusakan
karena suhu yang terlalu tinggi. Suhu tinggi mempengaruhi protein dan
fosfolipid lemak penyusun membran. Sehingga menyebabkan sel mengalami difusi
cairan sel keluar membran sel. Semakin menurunnya suhu, maka penyerapan yang
teramati semakin rendah sehingga permeabilitas membran semakin berkurang.
-
Akuades bersifat hipotonik sehingga
menyebabkan sel menggembung. Karena air masuk kedalam sel. Larutan gula
bersifat hipertonik sehingga menyebabkan sel mengkerut. Karena sel tumbuhan
akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, sehingga menyebabkan terjadinya
proses plasmolisis. Larutan NaCl bersifat isotonik sehingga menyebabkan sel
tidak berubah atau tetap.
6.2 Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan
percobaan agar hasil yang diperoleh sesuai dengan teori
Daftar Pustaka
Ariyanti, I N. Widiasa. Aplikasi
Teknologi Reverse Osmosis Untuk Pemurnian Air Skala Rumah Tangga.
Vol. 32 No.3 Tahun 2011
Briskin , Donald p. and robert t. Leonard. 1979. Ion Transport in Isolated Protoplasts from Tobacco Suspension Cells.
Plant Physiol. Vol. 64. Department of
botany and plant sciences, university of california, riverside, california
92521.
Campbell, 2005. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3.
Jakarta : Erlangga.
Dwidjoseputro, D. 1984. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.
Kuchel, Philip, Gregory B Ralston.
2006. Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Philip, J. R. 1958. Osmiosis and
diffusion in tissue: half-ti-mes and Internal gradients. Division of
biology, california institute of technology. Pasadena An-d division of plant
industry, c. S. I. R. O., Australia.
Salisbury, B. Frank dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB:
Bandung.
Tim Dosen Pembina Fisiologi
Tumbuhan. 2014. Buku Petunjuk Praktikum
Fisiologi Tumbuhan. Jember: Universitas
Jember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar